[caption id="attachment_394811" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Kompas.com"][/caption] Walaupun sudah diturunkan dua kali, harga bensin di Indonesia tergolong masih mahal. Bensin kualitas rendahan, Premium, dijual dengan harga Rp 6.700 per liter di Jawa-Bali-Madura (Jamali). Sedangkan di luar Jamali, harga premium di SPBU Rp 6.600 per liter. Kita tak bisa membandingkan apple-to-apple harga premium karena di dunia bensin jenis premium (RON 88) nyaris punah. Di ASEAN, hanya Indonesia yang masih menggunakan RON 88. Laos, Myanmar, dan Kamboja sekalipun tidak lagi menggunakan RON 88. Di Malaysia, jangankan RON 88, jenis Pertamax (RON 92) saja sudah tak ada di pasaran. Kualitas paling rendah yang ada di pasar Malaysia adalah jenis RON 95. Karena tidak ada jenis Premium di pasar, harganya pun tidak tertera di bursa minyak, termasuk di bursa minyak Singapura (MOPS = Mean of Platts Singapore). Anehnya, harga premium yang kadar oktannya hanya 88 di Indonesia lebih mahal dari harga bensin yang berkadar oktan lebih tinggi di luar negeri. Di Amerika Serikat, harga bensin setara RON 92 tidak termasuk pajak hanya Rp 5.284 per liter. Sedangkan di Indonesia harga RON 88 di luar pajak Rp 5.826 per liter. Lebih mencengangkan lagi di Malaysia. Harga RON 95 dijual dengan harga Rp 5.925 per liter. Bagaimana mungkin bensin berkadar oktan jauh lebih tinggi (RON 95) lebih murah sampai sebesar Rp 775 per liter dibandingkan dengan RON 88? Ini persoalan serius yang harus dibuat terang benderang. Jangan sampai rakyat terus disandera oleh praktik yang amat tak sehat. Sangat mendesak untuk dilakukan audit harga bahan bakar minyak (BBM). Kita berhak mengetahui duduk perkaranya, seterang-terangnya. Selisih harga yang sangat mencolok nyata-nyata telah merugikan rakyat puluhan triliun setahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H