Eter adalah senyawa organik di mana dua atom karbon dihubungkan oleh atom oksigen (COC). Eter merupakan produk dari kondensasi alkohol. Eter juga biasa disebut dietil-eter, yang merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar yang digunakan dalam industri dan penelitian biomedis, dan secara historis penting sebagai agen anestesi. Secara in vivo, eter memiliki aksi mirip dengan alkohol dan kloroform, tetapi aksi stimulannya pada jantung jauh lebih berpotensi. Eter merupakan stimulan yang cepat menyebar.
Sifat fisik eter merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang enak, titik didihnya lebih rendah dari titik didih senyawa alkohol yang mernpunyai jumlah atom C sama. Rendahnya titik didih eter karena tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul eter yang lain, tetapi dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Eter tidak bereaksi dengan asam encer, basa encer maupun dengan senyawa oksidator/reduktor biasa. Sedangkan sifat kimia eter adalah jika disimpan lama akan teroksidasi oleh udara membentuk peroksida yang mudah meletus. Untuk itu jika akan digunakan untuk anestesi maka senyawa peroksida tersebut dihilangkan dahulu dengan menambahkan larutan ferosulfat.
Senyawa dietil eter yang dalam perdagangan hanya disebut eter saja, merupakan senyawa terbaik untuk anestesi total/umum walaupun mempunyai kekurangan seperti mudah terbakar, menimbulkan efek samping pusing dan mual dan reaksinya sangat lambat. Dengan kondisi seperti tersebut, saat sekarang penggunaan eter telah dibatasi dan sebagai senyawa penggantinya adalah senyawa halotana yang dianggap sebagai anestesi ideal saat ini karena mudah diserap dan diadsorbsi oleh paru-paru pasien, tidak menimbulkan kerusakan hati.
Mekanisme kerja etil eter sebagai anastesi yaitu setelah eter disuntikkan pada tubuh pasien akan merambat sampai ke foramen maka pasien akan merasakan terjadinya parestesia pada daerah distribusi saraf infraorbital, setelah itu tusukkan jarum di sebelah laterosuperior foramen dan sementara jarum bergerak maju kearah foramen tambahkan obat anestesi. Dengan terjadinya parastesia menunjukan bahwa pasien mulai kehilangan kesadaran ketika eter yang disuntikkan telah menguap semua, maka pasien akan sadar kembali dan untuk mempercepat hilangnya bau eter tersebut pasien dianjurkan untuk kumur menggunakan air dingin.
Namun, dampak penyalahgunaan telah menunjukkan bahwa eter menyebabkan ketergantungan. Penggunaan eter untuk anestesi waktu sekarang telah ditinggalkan karena dapat meracuni tubuh, seperti terjadinya kerusakan hati dan menimbulkan rasa pusing, dan mual pasien. Berbahaya jika terhirup dalam konsentrasi tinggi yang dapat menyebabkan mabuk, sedasi, tidak sadarkan diri dan kelumpuhan pernapasan. Dietil eter dapat mengiritasi mata, sistem pernapasan dan kulit tetapi efek ini biasanya reversibel jika tidak terpapar. Karena, mungkin sebagian, karena volatilitasnya yang tinggi, cairan ini tidak mudah diserap melalui kulit, namun kontak berulang-ulang dapat menghilangkan minyak alami kulit dan menyebabkan kekeringan, kulit pecah-pecah dan keluhan kulit lainnya.
Organ target eter adalah SSP. Menghirup konsentrasi tinggi dapat menyebabkan efek SSP termasuk sakit kepala, pusing, tidak sadar, dan koma. Efek tercepat dari penyalahgunaan ethyl ether yaitu keracunan gastrointestinal, iritasi pada mata, kulit, dan selaput lendir (Monticelli, 2014). Diambil dalam dosis yang kecil, dapat menyebabkan euforia, delusi, dan halusinasi. Sedangkan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kejang dan koma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H