Foto di atas sepertinya sudah tidak asing bagi kita, baik di pusat perbelanjaan, pojokan kantin, di mobil, bahkan tidak jarang bermain gadget sambil berjalan ditengah hiruk pikuk lalulintas. Sepertinya ini sudah menjadi tren anak muda, dewasa, bahkan anak anak.
Ketika masih berada di sekolah dasar, saya hanya melihat anak anak bermain dengan permainan tradisional. Bahkan saya sendiri sering turut serta dalam permainan-permainan tradisional tersebut seperti benteng, galasin, petak umpet, ompimpa hingga congklak. Namun kini di era digital, pemandangan seperti ini semakin langka. Kita akan menemukan anak usia dini hingga anak usia remaja sibuk dengan smartphone atau gadget yang mereka miliki, seakan-anak terhipnotis mereka tak pernah melepaskan alat tersebut dari pandangan mata mereka.
Apa saja yang perlu kita pahami tentang dampak dari video games pada anak dan perbedaannya dengan permainan offline?
Cublak-cublak suweng, permainan ini cukup populer di tanah jawa. Fakta menarik yang tidak banyak diketahui oleh orang adalah bahwa permainan tersebut diciptakan oleh Sunan Giri, salah satu pendakwah Islam di jawa timur. Permainan cublak suweng bukan sekedar permainan 'mengisi waktu luang' saja, akan tetapi sebuah permainan dengan pesan moral dan efek sosial-psikologis yang baik. Mulai dari gerak sujud dalam permainan, hingga lirik lagu yang menyertai seperti 'sirpong dele kopong' mengisyarakat pesan dan pemahaman tentang sabar-ikhlas bagi anak-anak.
Fenomena yang banyak dihadapi orang tua muda saat ini adalah sebuah tekanan untuk senantiasa memberikan aktivitas kepada anak-anak. Apabila anak memiliki waktu kosong-luang yang panjang, hal tersebut dimaknai sebagai sesuatu yang negatif. Hal ini terjadi karena tren zaman yang mendorong orang tua untuk saling berkompetisi dalam cara-gaya mendidik anak. Anak harus selalu menjadi cerdas dan unggul.
Salah satunya adalah dengan memberikan gadget atau handphone pribadi kepada anak sebagai media 'pengisi waktu luang'
Semisal kita bisa dapati video games 'Angry Bird' banyak diminati sebagai 'pengisi waktu luang' bagi anak. Bahkan dari sekedar 'pengisi waktu luang' kini 'Angry Bird' telah berevolusi menjadi sebuah franchise besar, dari mulai pakaian, accessories hingga kini theme park yang sedang dipersiapkan di Johor Malaysia.
Jika dapat diintisarikan dalam kumpulan poin, berikut hal-hal yang perlu dicermati orang tua mengenai video games:
1. Games yang terdapat di handphone dan tablet dirancang sebagai games 'pengisi waktu luang', oleh sebab itu ia cenderung tidak memiliki sebuah 'target pendidikan' tertentu bagi penggunanya. Selayakan permainan tersebut tidak dijadikan permainan rutin bagi anak-anak.
2. Video games dan industri periklanan merupakan dua dunia yang saling berdekatan. Perlu diingat bahwa akan selalu ada pesan-pesan subliminal yang hendak disampaikan untuk keuntungan sebuah produk tertentu di dalam sebuah video games, karena pembuatan video games sendiri pada umumnya berorientasi komersil
3. Berbeda dengan permainan tradisional, video games tidak melibatkan komitmen tentang kapan permainan diakhiri. Oleh karena itu anak dapat bermainan dalam waktu yang sangat panjang secara berulang-ulang. Orang tua perlu mencermati hal ini dengan baik.
4. Perhatikan tema dan kesesuaian antara games dengan usia anak, saya sering dapati anak-anak bermainan 'shooting games' yang penuh dengan darah seperti 'counter strike', hindari hal tersebut.
5. Salah satu proses belajar anak adalah dengan role modeling dan imitasi, oleh karena itu perhatikan dengan baik konten dari video games baik dari segi kognisi maupun emosional. Jangan salahkan anak apabila ia menjadi temperamen sedangkan kita selalu menyuguhkan stimulus 'kemarahan' seperti dalam games 'angry birds'
6. Tidak semua games berdampak buruk, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa video games dapat mengembangkan kemampuan refleks, kemampuan geospasial, bahasa dan problem based learning [[McLean, L., & Griffiths, M. D. (2013). See also: De Lisi, R., & Wolford, J. L., (2002). Improving children’s mental rotation accuracy with computer game playing. Journal of Genetic Psychology, 163, 272- 282.; Feng, J., Spence, L. & Pratt, J. (2007). Playing an action video game reduces gender differences in spatial cognition. Psychological Science, 18, 850-855.; Green, C.S. & Bavelier, D. (2003). Action video games modify visual selective attention. Nature, 423, 534- 537.; Green, C.S. & Bavelier, D. (2006).Eunumeration versus multiple object tracking: The case of action video game players. Cognition, 101, 217-245.]] - See more at: http://fulleryouthinstitute.org/blog/via-media-cheat-codes-a-quick-guide-to-teens-and-video-games#sthash.5TZpjejR.dpuf.
Kuncinya adalah bagi orang tua untuk terlibat aktif dalam aturan penggunaan video games, pilihan video games, dan juga turut serta bermain bersama.
Saran saya, bagaimanapun juga sebuah device elektronik tidak akan bisa menggantikan stimulus organik dari permainan tradisional-offline.Jadi perkayalah anak-anak kita dengan stimulus organik berupa permainan yang nyata!
Ikuti artikel kami yang lain mengenai anak muda dan politik yang berjudul Youth and Politics: The Future Asset
Penulis: Muhammad Faisal M.Si Pengajar Psikologi Pendiri Youth Laboratory Indonesia Biro riset-konsultan pertama di Indonesia yang meneliti tentang kultur-perilaku anak muda
Generasi Millenial Indonesia, Generasi Paling Religius?
Indonesian Female Youth: Fashion, Beauty, and Bloggers
Indigenousity of Indonesian Youth Trends from Java
Masa Depan dan Potensi Segmen ‘Alay’
Keunikan Generasi Millenial Indonesia (Kolektivitas, Identitas, dan Media Sosial)
Dampak Gadget Bagi Anak dan Tips Untuk Orang Tua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H