Mengklaim sebagai masyarakat adat sangatlah mudah. Akan tetapi menjadi masyarakat adat yang diakui secara hukum sangatlah sulit karena memiliki syarat-syarat ketat. Berikut mari kita bersama-sama mencermati syarat-syarat suatu masyarakat sehingga layak menjadi masyarakat adat.
Kalau kita mencermati secara hukum yakni dalam Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat (RUU Masyarakat Adat), syarat-syaratnya jauh lebih ketat (rigid). Pasal 1 ayat (1) RUU Masyarakat Adat menerangkan: masyarakat adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum.
Ketentuan Pasal 1 ayat (1) RUU di atas kemudian dipertegas dalam Pasal 5 ayat (2) terkait persyaratan pengakuan sebagai masyarakat adat: mempunyai paguyupan yang berdasarkan keterikatan turunan/wilayah; memiliki batas wilayah yang secara turun temurun; mempunyai kearifan lokal; mempunyai hukum adat; dan memiliki kelembagaan adat yang diakui dan berfungsi.
Proses pengakuan masyarakat adat tidak kalah rumit. Di dalam tahapannya dilakukan dengan proses yang cermat sebagaimana dalam ketentuan Pasal 6: tahap identifikasi; verifikasi; validasi; dan penetapan. Untuk melakukan 4 tahapan tersebut dibentuk panitia yang bersifat ad hoc (tidak tetap-sementara). Panitia yang dibentuk berjenjang yakni dari kabupaten, provinsi hingga kementerian terkait.
Jika seluruh syarat dan tahapan telah dilakukan maka barulah suatu masyarakat disebut masyarakat adat. Apabila mencermati ketentuan-ketentuan RUU Masyarkat Adat dalam mengupayakan pengakuan hukum terhadap masyarakat adat maka dapat dipahami bahwa klaim sebagai masyarakat adat tidaklah boleh serampangan.
Ditinjau dari sudut pandang hukum, materi muatan RUU Masyarakat Adat di atas sebenarnya memberi kepastian hukum sekaligus penegasan terhadap ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Kepastian dan penegasan yang dimaksud ialah bahwa ketentuan Pasal 18B ayat (2) sudah jelas memberikan legitimasi (pengakuan) konstitusional terhadap masyarakat adat. Namun demikian, pengakuan demikian tidaklah bersifat mutlak alias bersyarat. Bersyarat artinya suatu masyarakat adat diakui, dilindungi dan dihormati negara sepanjang masih hidup dan dipraktekan. Lebih dari itu, sepanjang telah sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana dalam RUU Masyarakat Adat di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H