Lihat ke Halaman Asli

Fais Yonas Boa

Penulis dan Peneliti

Hukuman Mati untuk Para Koruptor

Diperbarui: 26 Agustus 2022   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum mengkategorikan tindakan korupsi sebagai perbuatan melawan hukum. Namun, bagi para politikus dan birokrat korupsi adalah budaya dan habitual. Bukankah tindakan korupsi yang menggerus kesejahteraan dan keadilan rakyat banyak tersebut, lambat laun menjadi bagian tak terpisahkan dari pekerjaan para pelayan publik baik mereka yang memangku jabatan politik (eksekutif dan legislatif) maupun fungsional (birokrat)? Bukankah begitu?

Jadi, kenyataan seperti inilah yang menyebabkan korupsi selalu menjadi persoalan akut di negeri ini. Tidak mengherankan ketika para pelaku korupsi yakni koruptor sepertinya sangat sulit untuk menyadari bahwa tindakan tamaknyalah yang membuat bangsa ini urung menggapai cita-cita dan tujuan luhur negeri ini sebagaimana termaktub Alinea Keempat UUD NRI Tahun 1945 yang menyebutkan:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, ...(baca selengkapnya alinea keempat UUD NRI Tahun 1945 *catatan: tambahan keterangan angka () kursif penulis*).

Nah...gegara para koruptorlah cita-cita dan tujuan luhur bangsa Indonesia menjadi ambyaarrr, menjadi semakin berjarak dari kenyataan pemirsa. Maka dari itu, koruptor yang suka menggerogoti tujuan dan cita-cita berbangsa harus dimusnahkan dengan hukuman mati. Koruptor telah membunuh generasi bangsa dan ini sebenarnya bentuk genosida (pembunuhan massal) tidak langsung dan sudah tentu pelaku pembunuhan massal pantas di hukum mati!.

Koruptor Itu Hama

Kalau diibaratkan; negara seperti sebuah sawah, koruptor adalah hama, petani adalah warga negara dan pemimpin adalah ketua kelompok tani. Sebuah lahan sawah tentu diharapkan menghasilkan panen padi melimpah. Setiap petani hingga ketua kelompok tani pasti selalu mengharapkan demikian. Namun, dalam kenyataannya harapan panen padi melimpah kerap kali dikacaukan oleh binatang-binatang tamak (tikus, belalang, siput dll) yang disebut hama. Hama selalu merusak dan menggagalkan panen sawah itu.

Biasanya para petani hingga ketua kelompok tani mencari cara untuk memusnahkan hama tersebut. Mereka selalu mencoba menyemprotkan cairan-cairan anti hama dengan harapan hama-hama tersebut dapat mati sehingga mereka dapat memanen padi melimpah. Memang sih, banyak dari para petani yang menemukan obat anti hama yang tepat sehingga masih dapat memperoleh hasil panen yang baik meski tidak melimpah. Tetapi tidak sedikit juga yang gagal memusnahkan hama sehingga gagal panen.

Begitu pula dalam konteks bernegara. Setiap warga negara selalu memiliki harapan bahwa ia memperoleh keadilan dan kesejahteraan. Namun malangnya, harapan mereka selalu dihancurkan oleh koruptor yang tidak lain hama tadi. Akibatnya, cita-cita dan tujuan luhur pada keadilan dan kesejahteraan semakin jauh dari kenyataan. Tentu pada titik inilah para pemimpin wajib mencari obat anti hama yang tepat yang berpotensi efektif memusnahkan perilaku korupsi di negara Pancasila ini.

Sebenarnya sudah banyak obat anti hama (baca: hukuman) yang sudah diberikan kepada hama (baca: koruptor). Hasilnya ialah sangat sedikit hama yang mampu dibersihkan. Sementara masih banyak hama yang selalu siap menghancurkan negara ini. Oleh karena itu, negara kita butuh obat anti hama yang tepat. Dan obat itu bernama hukuman mati!


Landasan Hukum Hukuman Mati Koruptor

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline