Siapa bilang individu autistik tidak bisa berkarya? Dengan mengangkat tema We Can Do It, Grand Indonesia bekerjasama dengan London School Beyond Academy (LSBA) dan Yayasan Autisma Indonesia (YAI) menyelenggarakan Autism Awareness Month, atau Bulan Peduli Autisme. Pada acara yang digelar tanggal 12-23 April 2017, para individu autistik memperlihatkan kelebihan mereka, mulai dari lukisan, puisi, origami, novel dan karikatur komik. Ini adalah kali kedua YAI bekerja sama dengan Grand Indonesia
Khususnya pada tanggal 22 dan 23 April, bertempat di fountain atriumdiadakan talk show dengan narasumber para pakar autisme dan orang tua penyandang autisme. Adapun topik yang dibahas adalah Peluang Berkarya dan Bekerja bagi Individu Autis, dengan narasumber ayah pelukis Anfield, remaja Autistik dan Tunarungu yang telah beberapa kali pameran tunggal, ibu pelukis dan wiraswastawan Andra, remaja Autis yag telah menjual karya lukisnya yg diterapkan pada Tas Kain dan penjualannya cukup sukses, Ibu Maya Sujatmiko, Founder Artsphere Galery, Bpk Harjono Lay pimpinan Sekolah Khusus Miracle yang beberapa murid autistiknya sedang bekerja magang di Lotte dan hotel di Jakarta, dan perwakilan Lotte. Selain itu, ada pertunjukan musik oleh para individu autistik. Salah satu yang tampil adalah kelompok I’m Star yang personilnya adalah remaja autistik. Mereka selalu tampil di acara-acara yang berkaitan dengan peduli autisme.
Sementara di tanggal 23 April mengangkat topik Pentingnya Terapi Jangka Panjang Bagi Individu Autis Hingga Mereka Remaja dengan
narasumber Dr. Melly Budhiman, Psikolog Adriana Ginanjar, Ani Rotty, orang tua Ruben, pelukis dan Ferina Widodo, orang tua Wismu. Acara diselingi dengan pertunjukan musik oleh Junes, Zepha dan Kawai Special Band.
Lukisan Ruben Rotty
Origami Thomas Andika
Menurut Frederick Rotty, salah satu anggota YAI, kegiatan ini sesuai dengan tujuan YAI yaitu menyebarkan informasi mengenai autisme, dan mensosialisasikan prestasi yang bisa dilakukan oleh para penyandang autis. Kegiatan lain yang biasa dilakukan oleh YAI adalah seminar dan dan aksi simpatik untuk autisme. Frederick Rotty menambahkan bahwa YAI berkeinginan mengadakan lebih banyak kegiatan hanya saja mereka kekuarangan SDM.
Yayasan Autisma dibentuk pada tahun 1997 oleh dr. Melly Budiman yang didasari oleh kegelisahan beberapa orangtua yang kebetulan merupakan pasien dr. Melly Budhiman; karena belum adanya wadah bagi orangtua dengan anak-anak autistik di Indonesia. Pendiri ketika itu adalah Bimo Wicaksono, Mulyanti Zafar, Dyah Puspita, Hardi Solaiman, Melly Budhiman, Theresia Wibisono, Henrika Halim, Iramaswaty Kamarul, Harris Ferry Sitorus, Ika Widyawati, Hardiono Djuned Pusponegoro, Rudy Sutadi, Jenner Yusman. Yayasan ini bertujuan untuk membuat wadah supaya orang tua dan para dokter bisa berbagi informasi mengenai autisme. Kantor Yayasan Autisma terletak di jalan Kalibata Raya, Apartemen Kalibata City, Jasmine Tower lantai 2, #CC02, Jakarta Selatan 12750. (dikutip dari: http://autisme.or.id/about/).
Menurut dr. Melly Budiman, autisme itu bukan penyakit. Jadi mereka tidak bisa dikatakan sembuh karena memang bukan penyakit. Autisme adalah gangguan perkembangan. Autis bisa pulih kalau penyandang autis bisa komunikasi dua arah, sudah bisa bersosialisasi, dan tidak berlaku aneh-aneh. Selanjutnya, dr. Melly menyampaikan harapannya agar pemerintah bisa memberikan perhatian lebih kepada para penyandang autis karena selama ini lebih banyak pihak swasta yang melakukannya, seperti membangun sekolah, pusat terapi, dan memberikan pelatihan. Akan sangat membantu bila pemerintah bisa membangunkan pusat terapi autisme gratis untuk publik yang membutuhkan.
Saya (penulis) berbaju garis-garis berfoto bersama dengan Ruben Rotty, Dita Soeroso (pelukis karikatur, dan Thomas Andika di meja yang memamerkan karya-karya kami.
******