Penduduk Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam. Seringkali kita temukan adanya masyarakat Indonesia yang bertansmigrasi dari satu pulau ke pulau lainnya. Yang mana terkadang keberagaman budaya ini tidak jarang membawa benih konflik. Banyak penduduk asli di suatu daerah memiliki ketakutan terhadap masuknya budaya yang berbeda.
Ketakutan ini secara tidak langsung dapat menimbulkan kebencian penduduk asli terhadap penduduk pendatang (Kaplan, 2004:85). Dalam kehidupan sehari-hari masalah komunikasi adalah masalah yang paling sering muncul. Hal ini terjadi karena berkomunikasi merupakan suatu kegiatan yang pasti akan berjalan pada pergaulan manusia.
Gordon I. Zimmerman et al. merumuskan tujuan dari komunikasi yang terbagi menjadi dua kategori yaitu manusia berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas penting yang berguna dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari dan manusia berkomunikasi untuk memupuk hubungan dengan individu lainnya.
Pada proses berkomunikasi pasti akan ditemukan perbedaan budaya sehingga akan tercipta komunikasi antar sesama namun dengan budaya yang berbeda, budaya disini akan mengacu pada keragaman budaya pada masyarakat yang mana hal tersebut akan membedakan tata cara dan pola komunikasi pada setiap individu.
Adapun sekelompok orang yang akan pindah dari satu daerah ke daerah lainnya yang mana pada daerah tersebut memiliki budaya yang berbeda sehingga sekelompok orang tersebut diharuskan mengalami proses sosial budaya agar terciptanya adaptasi bagi kelompok yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Seperti contohnya pada pulau Bali yang merupakan salah satu pulau di kepulauan Nusa Tenggara. Tidak jarang pada pulau Bali di temukannya penduduk pendatang yang bertansmigrasi ke pulau Bali. Sangat sering dijumpai penduduk muslim dari pulau Jawa bertempat tinggal di pulau Bali.
Setelah terjadinya peristiwa bom di Kuta dan Jimbaran pada tahun 2005 sedikit membuat hubungan penduduk asli bali dengan penduduk pendatang menjadi renggang. Sehingga memunculkan benih konflik yang pada akhirnya terpisah menjadi dua kelompok yaitu penduduk asli Bali dengan penduduk pendatang (Burhanudin, 2009:117).
Pengelompokan antara penduduk asli dan pendatang membuat potensi konflik antar suku harus segera diantisipasi dalam kegiatan keseharian walaupun sejauh ini nampak harmonis (Ramseyer, Tisna, & Surya, 2003:20).
Namun, potensi konflik tersebut tidak selalu terbukti. Dilihat pada suatu penelitian oleh Srikandi (2016) terlihat bahwa jalinan komunikasi antar budaya yang berkembang pada penduduk pendatang (Jawa-Muslim) dengan penduduk asli (Bali) di Dusun Wanasari khususnya untuk hal-hal yang berkenaan dengan perdagangan dan urusan keamanan terutama dalam hal penjagaan ketertiban di sekitar tempat beribadah terjalin sangat aman, rukun, dan tidak adanya konflik yang terlihat.
Selain itu, tidak terlihatnya potensi konflik antara penduduk pendatang dengan penduduk asli di Bali dikarenakan toleransi yang ditunjukkan kedua belah pihak seperti tidak saling mengganggu pada pelaksanaan kegiatan keagamaan dari masing-masing pihak. Tidak hanya toleransi, penduduk pendatang juga menunjukkan empati seperti ikut berperan dalam perayaan pernikahan ataupun acara kematian.
Diantara penduduk pendatang dengan penduduk asli memang sempat terjadi kesalahpahaman kecil. Namun, kedua belah pihak melakukan negosiasi agar kegiatan keagamaan tersebut berjalan dengan lancar dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.