Kemarahan mahasiswa UIN Malang pecah memenuhi rektorat. Mereka beramai-ramai beraksi turun ke jalan untuk menuntut sebuah keadilan yang bias pada Selasa, 24 September 2024. Lawan atau diam dalam ketidakadilan! Seruan itulah yang digaungkan oleh para ribuan mahasiswa yang membentuk suatu aliansi bernama Aliansi Maliki Murka. Marah dan kecewa? Tentu saja! Bagaimana tidak, pihak kampus lebih memilih untuk terus fokus pada proyek pembangunan kampus tanpa peduli kondisi internal seperti fasilitas, sarana dan prasarana kampus.
Ini bermula ketika banyak keresahan mahasiswa baru kampus 3 yang sedikit demi sedikit ter blow up. Mereka mempertanyakan dimana semua fasilitas, sarana dan prasarana yang seharusnya mereka dapatkan. Dari sinilah satu persatu masalah lain muncul hingga membeludak menjadi sebuah seruan keras dan berbagai tuntutan dilontarkan. Semua tuntutan yang dilontarkan memiliki dasar-dasar nya, yaitu:
1. Pendidikan yang dikomersilkan.
2. Mahasiswa kampus 3 meradang dengan mahalnya biaya makan.
3. Pembangunan gedung-gedung kampus 3 yang dipaksakan.
4. Jam perkuliahan yang acak-acakan dikarenakan bertambahnya kuota mahasiswa baru yang tidak sebanding dengan gedung perkuliahan.
5. Rektorat yang acuh tak acuh terhadap keadaan dan kemajuan ormawa UIN Malang.
Gedung-gedung megah hanya menjadi simbol yang hampa, sementara mahasiswa pergi karena tak lagi percaya pada sistem yang lebih peduli angka daripada nasib mereka.Banyak spekulasi bermunculan terkait permasalahan ini, salah satunya adalah spekulasi bahwa pembangunan kampus 3 ini merupakan 'Proyek ambisius rektor' yang mana harus segera terpenuhi dikarenakan lebih mengedepankan citra kampus daripada keadaan internal.
Kelayakan kampus 3 juga patut dipertanyakan. Dalam peraturan direktur jenderal pendidikan agama Islam Nomor DJ.I/212/2011 mengatakan bahwa lembaga pengusul wajib memiliki sarana prasarana yang mendukung. Ada juga pada bagian 1E yang mengatakan bahwa "Pengajuan program studi baru harus mengindahkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan pada huruf H yang mengatakan bahwa "Penerbitan Keputusan Direktur Jenderal dilakukan setelah program studi dinyatakan layak".
Jika ditinjau dari permasalahan yang terus muncul seiring waktu, dapat disimpulkan bahwa kampus 3 UIN Malang masih belum layak untuk ditempati atau mungkin masih belum layak untuk diresmikan. Jadi apakah pihak kampus/rektorat akan mengambil langkah yang bijak kedepannya? Ataukah hanya sekedar janji lagi? Who knows. Besar harapan saya termasuk seluruh mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, agar benar-benar didengar dan mendapatkan hak kami sebagai mahasiswa. Jika tidak proyek-proyek yang sudah digaungkan hanya akan menjadi sebuah monumen kegagalan untuk kampus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H