Lihat ke Halaman Asli

Pasar Modern

Diperbarui: 24 Maret 2018   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

KETIKA kita mendengar pasar modern, apa kira-kira yang ada pada benak kita? Pelayanan bagus, ramah, murah senyum dan bersih. Selain itu, keberadaan pasar moderen juga cukup aman, meski tidak seratus persen demikian, dan tak kotor (bersih).

Dapat dipastikan jika seluruh pasar modern amat sangat berbeda dengan pasar tradisional. Selain menjual kebutuhan mendasar manusia, pasar modern juga menjual "pelayanan" yang baik, sehingga orang yang berkunjung ke pasar modern tentu akan merasa nyaman dan puas dalam berbelanja.

Hampir sama dengan pasar tradisional, produk yang ditawarkan pun jauh lebih lengkap dari pasar tradisional. Kita tahu itu, jika pasar modern pasti memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan pasar tradisional.

Hanya saja, tawar menawar harga tidak berlaku pada pasar modern. Sebaliknya, diskon tentu hanya dapat kita temukan pada pasar modern dan tidak berlaku bagi pasar tradisional. Yang hal itu menegaskan jika keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Bagi pelaku UMKM yang itu dapat dikatakan masih sangat kecil, pasar tradisional tentu menguntungkan. Sebaliknya, pelaku UMKM besar melihat jika pasar tradisional tidak prospek dijadikan lahan bisnisnya.

Dengan semakin menjamurnya keberadaan pasar modern, pada sisi berbeda mengancam eksistensi pasar tradisional. Tapi juga tidak dapat menyangkal keberadaannya, sebab pada zaman milenial ini, masyarakat umum sudah nyaman menggunakan jasa pasar modern yang hal itu tidak hanya terjadi pada perkotaan, melainkan sudah masuk pelosok desa.

Jika kita update informasi tentang kedua aspek bahasan di atas, baik pasar tradisional maupun pasar modern, sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan, pun dampak yang berlaku bagi keduanya.

Pasar tradisional sering disebut sebagai tempat yang sangat minim pemasukan retribusinya. Ditenggarai jika tata kelola dan sistem pengawasan pasar tradisional yang masih minim, disebut biang keladi pemasukan retribusi daerah yang kecil.

Selain itu, pengelola pasar tradisional juga sering disebut dengan minimnya keterbukaan, sehingga pada praktek penyelenggaraannya mudah disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab serta jauh dari kata "inovasi".

Itu juga berlaku pada pasar modern, banyak kasus keberadaan pasar moderen justru tak berizin, menyalahi aturan, dan terkesan monopoli bisnis. Itu juga masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat pada zaman dimana pasar modern telah bertebaran di mana-mana.

Di beberapa tempat, sebut saja Surabaya dan Malang, terjadi perlawanan terhadap hegemoni pasar modern yang serabutan tersebut. Dan pada prosesnya, memang pasar modern juga memberikan beban masalah tambahan bagi stakeholder dan pemerintah untuk menegakkan keadilannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline