Lihat ke Halaman Asli

KIN-4 Jember Soroti Negara yang Belum Bervisi Islam

Diperbarui: 21 Desember 2016   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jember – “Islam sangat beradab, sangat berkelas dalam semua aspek”, kata Dra. Festa Yumpi, psikolog yang kiprahnya banyak dirasakan masyarakat Jember dalam Kongres Ibu Nusantara (KIN) ke-4 di Emerald Hall Hotel Royal, Ahad (18/12). Kongres diselenggarakan oleh Muslimah HTI DPD II Jember dan dihadiri sekitar 400 tokoh perempuan dari berbagai kalangan. Nampak diantara para peserta para akademisi, muballighoh dan birokrat. Konges bertema “Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga” merupakan agenda nasional Muslimah HTI yang diselenggarakan serentak di lebih dari 40 kota se-Indonesia.

Dalam kongres tersebut, Festa yang berprofesi sebagai psikolog sekaligus dosen di salah satu Universitas di Jember, memaparkan materi tentang liberalisasi menghancurkan ketahanan keluarga dan sistem pendidikan Islam mewujudkan insan kamil. Menurutnya saat ini negara belum menjadi soko guru. Festa menyampaikan bahwa akibat liberalisasi, keluarga menjadi miskin visi. Miskinnya visi ini mengakibatkan keluarga menjadi rapuh. Muncul banyak problem diantaranya tingginya angka perceraian dan generasi yang rusak.

Menurut Festa, solusi dari semua ini adalah sistem pendidikan Islam yang diterapkan oleh negara yang bervisi Islam. Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan insan kamil, pribadi-pribadi yang matang dalam berkeluarga. Festa juga menjelaskan, meski saat ini negara belum bervisi islam, namun dalam tataran keluarga, visi islam harus diwujudkan. Festa lalu mencontohkan gambaran keluarga Imron, sebagaimana diabadikan Al-qur’an dan keluarga nabi Ibrahim. Ringkasnya, visi islam dalam keluarga adalah pengabdian kepada Allah swt.

Kongres juga membahas tentang bagaimana sistem ekonomi Islam mampu mensejahterakan keluarga, sehingga perceraian karena persoalan ekonomi tidak terjadi. Para Ibu pun tak perlu berbondong-bondong terjun ke dunia kerja, meninggalkan pengasuhan dan pendidikan terbaik untuk generasi. Ir. Iffah Mahmudah, koordinator Lajnah Khusus Ustadzah dan Muballighoh memaparkan bagaimana mekaniskme Islam dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok. “Dalam Islam, negara berperan sebagai pelayan kebutuhan rakyat, bukan pedagang yang memperjual belikan kebutuhan rakyat,” terang Iffah. Negara menjamin lapangan pekerjaan bagi penanggung jawab nafkah keluarga. Negara menyediakan fasilitas layanan umum. Negara memenuhi langsung kebutuhan komunal.

Selain itu kongres juga membahas bagaimana sistem hukum Islam mampu memberikan perlindungan bagi perempuan dan generasi. Maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak tak akan tejadi jika sistem hukum Islam diterapkan Negara. “Sistem hukum Islam berasal dari Allah SWT, sementara dalam demokrasi hukum bisa dibeli. Dalam demokrasi bukan Al-Qur’an, As-sunnah dan pendapat ulama yang dijunjung tinggi, namun pendapat penguasa dan pengusaha yang membiayai demokrasi,” tandas Nauroh Alifah, koorrdinator Lanah Fa’aliyah MHTI DPD II Jember selaku pemateri ke-3.

Kongres disemarakkan dengan penampilan nasyid dan semakin mengharu biru saat puisi tentang kegamangan para ibu dalam sistem hidup sekuler dibacakan. Peserta pun sangat antusias dalam sesi diskusi dan testimony. Semua terlibat dan bersuara lantang saat komitmen kongres bersama-sama dibacakan. Peserta berkomitmen memperjuangkan kehidupan islam yang akan mewujudkan ketahanan keluarga.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline