Politik tidak bisa lepas dari system kenegaraan dan juga system pemerintahan. Baik politik ataupun Pemilu adalah sarana pengembalian hak warga negara guna memilih pemimpin yang akan berbicara, menuntut, menyampaikan pendapat, membela dan juga melindungi hak-hak warga negara. Oleh sebab itu, Pemilu memiliki kedudukan yang strategis untuk mewujudkan pemerintahan yang Amanah dan sesuai dengan cita-cita umat.
Sejarah Pemilu dalam kajian Kesilaman
Dalam historitas keislaman, praktek pemilu sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw seperti halnya pada Baiat al-Nuqaba yaitu ketika golongan Anshor mengangkat Nabi Muhammad Saw di Aqobah. Selain itu, pengangkatan khalifah Abu Bakar juga melalui system pemilihan oleh kaum Muhajirin dan juga kaum Anshor. Orang-orang yang terlibat dalam pemilihan tersebut terdiri dari lima orang diantaranya adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Basyir bin Sa'ad, Abu Ubaidah bin Jaroh, Salim dan Asid bin Khudair.
Riwayat diatas menunjukkan bahwasannyarakyat pada saat itu memiliki keterlibatan dan peran dalam memilih khalifah sebagai pengganti Nabi Muhammad Saw. Dalam pengangkatan khalifah Ali bin Abi Thalib pun juga melalui pemilihan oleh rakyat atau umat saat itu meskipun ada banyak pertentangan didalamnya. Akan tetapi saat khalifah Ali bin Abi Thalib di baiat, beliau enggan apabila yang membaiat hanya dari kalangan ahlul hall dan al-'Aqdi saja, beliau berdiri di dalam masjid dan umat pada saat itu berbondong-bondong mengangkat atau membaiatnya. Hal ini adalah bentuk keterlibatan rakyat dalam menyukseskan pengangkatan seorang pemimpin.
Meskipun demikian ada beberapa perbedaan yang mendasar antara Pemilu dan juga pemilihan pemimpin pada masa Islam zaman dulu yaitu jika pada Pemilu khususnya di Indonesia, seluruh warga negara memiliki hak yang sama dalam menentukan suara pilihannya sedangkan pada masa Islam dulu yang berhak lebih atas pemilihan khalifah adalah ahlul hall dan al-'Aqdi kemudian setelah ditentukan oleh mereka barulah umat-umat yang lain membaiat khalifah yang terpilih.
Pendapat Ulama tentang pemilu
Ulama menyikapi Pemilu dengan beberapa respon yang terbagi menjadi dua kubu yaiti ada yang menfharamkan dan ada yang menghalalkan dengan beberapa pertimbangan. Adapun kelompok pertama yang mengharamkan pemilu berpendapat bahwasannya tidak ada dalil yang membahas tentang kebolehan diselenggarakannya pemilu, pemilu yang diadakan dapat menimbulkan kerusakan dan diperlukan biaya yang besar sehingga menimbulkan banyak sekali kemudhorotan, system pemilihan suara dengan mengandalkan suara mayoritas tidak ada dalam Sejarah Islam terdahulu, aturan-aturan yang dipakai mengadopsi dari orang-orang Barat yang disamakan dengan golongan orang Jahiliyah dan masih banyak lagi.
Sedangkan bagi para ulama yang menghalalkan diadakannya Pemilu juga memiliki landasan atau dasar yang kuat seperti halnya Pemilu yang dilaksanakan saat ini tetap memenuhi koridor syariat Islam, pada Sejarah-sejarah keislaman juga ditemukan proses pemilu, Pemilu adalah salah satu metode yang tepat untuk mengetahui keridhoan umat, rakyat memiliki hak dalam memilih pemimpinnya, pengangkatan atau pemilhan pemimpin adalah suatu ijtihad maka tidak ada dalil khusus yang membatasinya dan selama tidak melanggar nash syariat Islam maka ijtihad itu diperbolehkan, Pemilu dianggap sebagai metode yang aktual dalam mengetahui pandangan umat secara obyektif dan adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H