Berbicara tentang cinta, setiap orang memiliki perspektifnya masing masing dalam menafsirkan makna cinta, ada yang beranggapan bahwa cinta adalah rasa yang tak bisa ditelaah oleh akal namun dirasa oleh hati. Ada juga yang beranggapan bahwa cinta adalah suka kata yang memiliki ribuan makna yang hanya orang yang merasakannya yang dapat menjelaskan dengan perbuatan.
Namun bagaimana cinta dalam perspektif islam dan agama? Di dalam syair dikatakan:
"Sesungguhnya orang yang mencintai kepada orang yang dicintai, ia akan patuh"
Dan bagaimana para ulama kita saat mereka menuntut ilmu, dan mereka meninggalkan keluarga yang dicintai demi satu hadits yang ia ingin peroleh?.
Semua Orang sepakat bahwasanya menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi seluruh umat manusia, sesuai sabda nabi:
"Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi bagi setiap muslim"
Dan bagaimana para ulama terdahulu membagi waktunya antara cinta dan pendidikan.
Diceritakan oleh Shidqah, ia berkata, 'Amr bin Dinar biasa membagi waktu malam menjadi tiga: sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk berdiskusi, sepertiga untuk shalat malam. (Hilyah Al-Auliya', 3: 348)
Tentunya para ulama terdahulu tidak pernah melupakan hak hak Allah, keluarga dan diri sendiri, tidak pernah lalai akan hak antara rab dan antara manusia, sehingga yang terjadi adalah keseimbangan hidup, ketentraman hati dan jiwa.
Dan istri yang sholehah pun tidak pernah mengekang dan melarang sang suami dalam menuntut ilmu, bahkan diceritakan bahwasanya ibunda dari imam as-syafii telah benar benar tekun dalam mendidik anaknya, membawa sang anak hijrah ke makkah dari gaza, dan sang imam pun berhasil menghafalkan Al-quran di saat usia 7 tahun, dan hingga sang anak tumbuh menjadi imam besar hingga kita kenal saat ini.
Istri yang sholehah tidaklah hanya menjadi hiasan tak bergerak di dalam rumah, namun sang istri mereka memiliki andil besar di dalam ketaatan, kesabaran dan juga mendukung sang suami dalam menuntut ilmu.