Lihat ke Halaman Asli

Meneropong Layanan "Food Court" di Mal Kelas Menengah

Diperbarui: 3 November 2017   06:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengalaman memang menjadi guru yang sangat berharga bagi perjalanan hidup kita. Manusia pandai akan suatu hal kadang bukan karena lulusan S3 atau seorang profesor, tapi juga kadang belajar dari pengalaman yang dialaminya. Atau bisa jadi kalau pun tidak berpengalaman, tapi dia mau belajar dari orang yang berpengalaman. Benar pepatah yang mengatakan, "pengalaman adalah guru terbaik".

Saya sedikit ingin bercerita tentang layanan marketing food cort. Pasti di antara kita ketika belanja di Mall, kalau perut terasa lapar, lalu kita mencoba untuk mencari makan. Pengennya sih mendapat makanan yang " murmer" alias murah meriah. Alih-alih mendapatkan makanan "murmer", tapi kadang rasanya tak sesuai dengan ekspektasi. Kalau masalah tersebut hampir mungkin semua dari kita pernah mengalaminya.

Kali ini, ketika saya jalan-jalan ke mall, sekedar untuk menghilangkan rasa kepenatan dan keruwetan. Perut terasa lapar, akhirnya secara otomatis pikiran saya ingin mencari tempat makan yang banyak menu pilihannya. Tibalah saya saat itu di foodcourt salah satu Mall. Harusnya si, saya pilih dulu makanan yang hendak ingin disantap di salah satu kedai food court yang ada, tapi karena pengunjung saat itu sedang ramai, maka saya lebih memilih untuk mencari tempat duduk terlebih dahulu. Eh, ketika saya dan istri sudah menemukan tempat duduk yang kosong dan kami langsung duduk. Tiba-tiba banyak pelayan dari berbagai kedai foodcourt menyambangi kami. Saat itu ada 3 pelayan dari kedai yang berbeda membawa menunya masing-masing.

Saat itu kami dicekoki dengan berbagai menu yang mereka bawa. Sampai-sampai ke tiga pelayan tersebut berebut mencoba menawarkan menunya dengan tehnik marketing mereka masing-masing. Saat itu kami benar-benar merasa kebingungan. Lah, gimana ga bingung, 3 pelayan tadi ga berhenti " nyerocos" menawarkan menu mereka masing-masing. Akhirnya kami berhenti sejenak dan tak memegang satu pun menu mereka. Dan kami katakan sama mereka, "lah, mas, gimana saya mau milih, kalian menawarkan menunya maksa semua, dan pada ga berhenti ngomong, saya jadi bingung mau ambil menu yang mana".

Akhirnya salah satu dari ketiga pelayan tersebut membentak teman-temannya dengan bilang, " Sssssst!!!", "biar bapak ini pilih dulu yang hendak diinginkan". Keributan pun seketika berhenti dan saya mulai memilih menu yang mereka tawarkan. Saat itu kami sudah jatuh pada satu menu yang menjadi keinginan kami. Pas sudah memilih menu tersebut, kami berpikir, ternyata kami memilih menunya bukan dari pelayan yang tadi mencoba meredam suasana. Pikir dalam hati, kasian juga sama pelayan tersebut, sudah mencoba menenangkan, tapi dia tidak dapat bagian. Sebenarnya kalaupun menu yang dia tawarkan cocok dengan pilihan kami, kami akan pilih menunya dia.

Dari pengalaman pelayanan tersebut, harusnya mereka sebagai pelayan kedai makanan, menawarkan menunya jangan seperti yang sudah-sudah. Jujur saja tehnik marketing yang mereka praktekkan sungguh membuat seseorang jadi mengurungkan niatnya untuk membeli, karena sudah pusing duluan mendengar para pelayan tanpa henti menawarkan. Intinya adalah bagaimana kepuasan pelanggan itu tetap dijaga. Jangan sampai, produk layanan yang hendak ingin ditawarkan justru malah membuat sesorang menjadu tak berminat untuk mengambil satu keputusan untuk membeli. Maka ubahlah tehnik marketing tersebut agar lebih beradab dan penuh dengan daya magis, agar konsumen menjatuhkan pilihannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline