Lihat ke Halaman Asli

Naf Faizah

Mahasiswa Sosiologi

Keluar dari Kandang KPUM, Masuk Kandang Dema-U: Problematika Demonstrasi dari Kacamata Konflik Dahrendorf

Diperbarui: 19 Desember 2024   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto pasca demo, bekas pembakaran ban (Bukan Dok. Pribadi, dapat dari teman)

"Tak berdarah, tapi sakit mengiris dan menyayat, hal itu adalah keresahan dan perasaan tak mendapat keadilan."

Sore yang sejuk di Fishum, tapi tidak dengan isi kepala yang bagai benang-benang kusut perlu dirunut. Mega-mega yang menggantung di angkasa dengan rona kelabu agaknya mewakili suasana hatiku. Aku menyetel musik koplo dangdut dari HP ungu temanku, sebenarnya bukan genre favoritku, tapi di tengah situasi yang terbayang berbagai beban ini dan itu, lagu-lagu berjenis demikian rasanya pas menjadi tempat pelarian. Oh, temanku yang baik hati, ia mau menemani ketidakjelasanku pun aktivitas jari-jemariku yang tengah sibuk menari di suatu platform. Hingga satu persoalan beres, datanglah dua batang hidung yang kukenal dari Prodi sebelah. Mereka membawa kebingungan pertanyaan yang sekaligus mengabarkan padaku bahwa pintu gerbang depan kampus barat ditutup sehingga harus memutar lewat pintu doraemon, lho yang benar saja? Padahal sampai malam pun biasanya dibuka, ada apa gerangan?

Jarum waktu terus berputar sampai kabar-kabar lain lewat dan masuk ke telingaku. Pintu depan kampus barat ditutup, pintu depan rektorat-baru ditutup, pintu doraemon ikut ditutup, dan... ada demonstrasi! Demonstrasi apakah itu? Sebenarnya aku bukan golongan mahasiswa yang  dekat dengan isu-isu seperti itu, jadi aku bawa sambil lalu. Kuputuskan untung pulang, begitu pun temanku si pemilik HP ungu, dan kami ketambahan satu orang lagi, temanku si penduduk Bumi Sapen. Untung saja pintu depan kampus barat hanya menghalangi orang dari luar mendapat akses masuk sehingga kami yang notabene orang dari dalam mau keluar bisa lolos dan dibukakan pintu oleh gerombolan Pak Satpam yang sedang jaga.

Namun ternyata rasa penasaranku membuncah, kuajaklah temanku si penduduk Bumi Sapen untuk melihat keadaan di depan gedung rektorat baru---kami sudah berpisah dengan si pemilik HP ungu. Netraku menatap keramaian massa memadati depan gedung dengan kolam ikan ikan kecil di samping tangga itu. Siapa sangka, aku menjadi tertarik lebih jauh, tapi tentu saja ragaku tetap kubawa ke kostan dan mengucapkan terima kasih karena temanku si penduduk Bumi Sapen itu telah memberi tumpangan.

Lalu apa yang sedang terjadi? 

Kamis, 12 Desember 2024, demonstrasi mahasiswa terjadi terkait permasalahan keganjilan pemilwa. Hal tersebut dilatar belakangi dari ditetapkannya AD sebagai calon wakil ketua Dema-U, padahal sebelumnya namanya tercantum dalam kepanitiaan KPUM-U. Massa demonstrasi yang datang termasuknya adalah mereka yang menjadi bagian organisasi dan partai lawan dari partai pengusung  kedua calon tersebut. Demonstrasi tersebut timbul dari keresahan dan perasaan ketidakadilan.

Menurut saya peristiwa ini merupakan salah satu refleksi dari teori konflik Ralf Dahrendorf. Dalam pandangan Dahrendorf, masyarakat terdiri dari dua sisi, yakni konflik (persaingan dan pertentangan) dan konsensus (kesepakatan dan kerjasama). Meski secara esensi, rasa-rasanya kedua hal tersebut kontras dan berlainan, tetapi sejatinya keduanya berhubungan satu sama lain bagai dua sisi wajah mata uang logam, tak terpisahkan. Konflik dapat memicu perubahan sosial yang memproduksi atau mengantarkan pada konsesus baru. Sementara itu, konsesus yang ada dapat memicu konflik apabila ada ketidaksesuaian. Konflik tidak mungkin terjadi bila sebelumnya tidak ada konsesus. 

Dalam peristiwa Rektorat Baru 12 Desember 2024, demonstrasi yang terjadi merupakan refleksi dari konflik. Adapun terkait konsesus, hal tersebut berkaitan dengan UU SEMA-U No 1 tentang Pemilwa 2024, Pasal 5 Komposisi PPUM ayat 6 poin f yang menyatakan "Tidak mencalonkan diri sebagai anggota SEMA-U dan SEMA-F, Ketua dan Wakil HMJ/HMPS Ketua dan Wakil Dema-U, serta Ketua dan Wakil DEMA-F."  PPUM sendiri memiliki kepanjangan Panitia Pemilihan Umum Mahasiswa yang tediri atas  KPUM-U, KPUM-F, dan Panwaslu. Dengan landasan UU yang demikian, sementara AD sebelumnyan tercatat sebagai bagian dari KPUM, tentu ada pihak-pihak yang menganggap calon tersebut bermasalah. Pihak-pihak yang berdemonstrasi tersebut menilai adanya ketidakberesan. Pihak-pihak tersebut memperjuangkan keresahan yang sama, yakni ketidaksesuaian alur sesuai konsesus. Dalam Instagram @uin.menggugat, peristiwa ini memanas, sampai terdapat wacana 'runtuhkan oligarki kampus'.

SEMA-U memberhentikan AD dari KPUM-U pada 8 Desmber 2024 dengan alasan "tidak berpartisipasi",  yang bertepatan dengan tanggal cantik, yakni batas waktu pendaftaran calon kandidat DEMA-U. Dalam story Instagram KPUM-U yang kemudian dijadikan sorotan bernama "KPUM 2024", pendaftaran diberitahukan diperpanjang sampai 9 Desember 2024 pukul 16.00 WIB dan penetapan calon di hari yang sama, yakni pukul 18.00 WIB. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat ketidaksesuain lagi. SK Penetapan Paslon DEMA-U mengalami keterlambatan, yakni baru ditetapkan pada tanggal 12 Desember 2024. Surat SK tersebut diunggah juga dalam postingan Instagram KPUM di tanggal yang sama. Adapun untuk versi lengkapnya dapat dilihat dalam linktr.ee yang tercantum di bio.

Begitulah analisis dari saya dalam menghubungkan teori konflik Ralf Dahrendorf dengan peristiwa demonstrasi di Rektorat Baru, 12 Desember 2024. Saya mengenal dan mempelajari teori konflik Dahrendorf ini dari buku Teori Sosiologi Modern (Edisi Revisi) yang ditulis Bernard Raho. Buku ini diterbitkan tahun 2021 oleh Penerbit Ledalero dan dicetak oleh Moya Zam Zam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline