Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah dalam Bayang-bayang DPR

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin, senin 30 maret 2015 DPR Ri kembali membuat heboh masyarakat luas dengan mengusulkan dan meminta gedung baru guna untuk mempermudah dalam melaksnakan pekerjaan atau provesi yang mereka lakoni, akan tetapi dengan menilik kebelakang apakah sudah pantas DPR berkata demikian? Sungguh lucu memang, kinerja saja belum nampak sudah minta hal yang lebih.

”Itu (pembangunan gedung baru) bagian dari rencana. Karena kalau kita mau membesarkan parlemen, kita kan membutuhkan sarana dan prasarana,” kata Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Roem Kono kepada wartawan di sela-sela acara press gathering wartawan koordinatoriat parlemen yang bertajuk ”Sinergi DPR dan Media Mewujudkan Parlemen Modern” di Hotel Novus Giri, Cipanas, Bogor, kemarin.

Roem menjelaskan, tuntutan-tuntutan untuk kinerja anggota DPR betul-betul merupakan tugas berat karena mewakili rakyat secara langsung. Bahkan, DPR bertanggung jawab kepada rakyat secara langsung. Karena itu, DPR membutuhkan sarana dan prasarana yang menunjang. ”Anggota DPR itu tidak sama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau Mahkamah Agung. Bahkan, mereka punya proteksi dan ruang-ruang besar,” jelasnya. Anggota Fraksi Partai Golkar itu mengungkapkan, gedung baru itu bukan berarti proyek baru. Hal itu bisa berarti perbaiki gedung yang lama. Terlebih, kapasitas Gedung Nusantara I itu sudah tidak memadai. Dia sangat khawatir jika banyak anggota DPR yang tidak ingin berkantor di situ, dan memilih duduk di ruangan Komisi. ”Kita sangat khawatir ya, karena itu sudah hampir 5.000 orang yang masuk ke situ. Itu baru pegawai yang tetap. Belum tamu yang datang. Nunggu lift saja, waduh ...” terang dia. Selain itu, bukan hanya sarana gedung, melainkan semua sarana yang menunjang kinerja kedewanan. Seperti SDM yang perlu diperbaiki untuk menghadapi globalisasi, mindset dan pemikiran Kesekjenan DPR juga harus diubah. ”Mindset-mindset itu perlu kita perbaiki untuk membangun DPR yang modern,” tegasnya. DPR sudah melakukan kajian-kajian dan penelitian-penelitian tentang rencana ini, di mana banyak ditemukan bagian gedung yang sudah retak-retak. Kerusakan itu ditemukan di Gedung Nusantara I, dan seluruh gedung yang berada di Kompleks Parlemen. ”Di situ ada pimpinan parlemen kita. Ada pimpinan DPR, DPD, dan MPR. Tapi itu kelihatan kumuh, ada macam-macam padahal ini adalah rumah kita,” ujarnya.

Adapun anggaran dalam pembangunan gedung ini, dia mengaku belum tahu karena DPR perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) 2015 terlebih dulu guna mengetahui jumlah yang dibutuhkan. Karena itu bukan membangun saja, tapi juga memperbaikinya menjadi kompleks parlemen yang gagah. ”Kan ketua DPR dan saya (ketua BURT) buat kebijakan. Kebijakan kita bagaimana memperbaiki marwah lembaga,” ujar dia. Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto tengah mengampanyekan DPR menjadi parlemen modern.

Menurutnya, ada tiga indikator untuk mengukur suatu parlemen yang modern. Pertama , adanya suatu komunikasi yang transparan. Kedua , masyarakat bisa dengan mudahnya mengakses website anggota DPR. ”Website itu bisa diakses oleh seluruh rakyat Indonesia yang ingin mengetahui apaapa saja yang ada di DPR, rekam jejak dari anggota, dan sebagainya,” ujar Novanto di kesempatan sama.

Ketiga, lanjut Novanto, DPR juga membuka ruang komunikasi yang berkaitan dengan pengaduan-pengaduan masyarakat kepada DPR, dan ruang itu dibuka seluas-luasnya supaya DPR bisa menjalankan fungsi dan tanggung jawab kepada rakyat dengan sebaik-baiknya. Menanggapi usulan tersebut, Research Manager Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpendapat, alasan DPR dalam pembangunan gedung baru yang sekarang masih sama dengan alasan DPR pada 2010 dan 2011, yakni demi menampung kapasitas orang yang terlalu banyak di DPR. ”Tidak ada yang baru, masih sama saja dengan alasan sebelumnya,” ujar Lucius ketika dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin. Lucius menilai hal itu menunjukkan bahwa niat DPR dalam rencana pembangunan gedung baru bukan karena DPR mau optimal dalam menjalankan fungsinya, ataupun untuk mewujudkan visi menjadikan DPR menjadi modern. ”Ini semata- mata karena kecenderungan DPR untuk memikirkan adanya proyek baru, konsekuensi dari naiknya anggaran.

Selain itu, DPR memang memiliki anggaran belanja yang paling tinggi yakni mencapai sekitar Rp1,8 triliun. Tampaknya alokasi belanja barang sebesar itu dimaksudkan untuk membangun gedung baru. ”Kan memang anggaran DPR dalam belanja barang paling tinggi, saya tidak tahu persis besarannya,” imbuhnya. Kemudian, lanjutnya, ada sesuatu yang aneh ketika DPR menggunakan alasan kapasitas gedung yang sudah tidak bisa menampung manusia banyak. Sementara sebelumnya, DPR juga menginginkan penambahan staf ahli dalam APBNP 2015 di mana ada penambahan empat sampai lima staf ahli per anggota. ”Kalau mereka berpikir ada kesulitan mengenai kapasitas gedung parlemen, maka sebelumnya juga ada pertimbangan matang dalam penambahan staf,” terangnya.

Dengan demikian, menurut Lucius, menjadi tidak sinkron antara rencana penambahan gedung dan penambahan jumlah staf. Ada tumpang tindih rencana dalam rencana pembangunan di DPR ini sehingga sulit bisa dipercaya publik. Terlebih, ujarnya, rencana ini dilakukan diawal masa kerja DPR periode 2015-2020, sementara publik mengetahui bahwa dalam enam bulan ini DPR belum juga menghasilkan apa-apa untuk kepentingan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline