Memulai pembicaraan yang diawali dengan kata "hai" atau "halo" nampaknya sudah menjadi hal lumrah atau umum.
Dengan kita membuka pembicaraan terhadap orang-orang yang baru kita kenal, kita akan mengetahui dan sekaligus mempelajari karakter mereka.
Berbicara soal karakter, tentu kita akan disinggung oleh tokoh yang satu ini. Tokoh ini merupakan tokoh yang cukup fenomenal di kawasan Eropa, khususnya di Jerman. Ya, siapa lagi jika bukan Arthur Schopenhauer.
Ia merupakan seorang filsuf kenamaan asal Jerman sama halnya dengan Nietzsche dkk. Arthur Schopenhauer berbicara mengenai apa yang disebut sebagai kehendak buta.
Baca juga : Pendidikan Filsafat Esensialisme dan Para Filsufnya
Menurutnya, segala praksis manusia ditentukan oleh dorongan dari dalam yang dinamakan "kehendak." Bahkan menurutnya, intelektualitas kita pun sebagai manusia hanya sebagai alat untuk mewujudkan atau mematerialisasikan kehendak kita.
Dapat dikatakan pula jika intelektualitas kita hanya digunakan sebagai "tunggangan" bagi seluruh kehendak kita.
Dalam segala esensi manusia, kita dihadapkan dengan segala wujudnya. Bagi Arthur Schopenhauer, bentuk tubuh kita adalah "materialisasi" dari keinginan atau kehendak kita.
Ia pun menjelaskan jika keinginan untuk reproduksi dimaterialisasikan kedalam "bentuk organ kelamin." Selain itu, tangan, kaki, dan perut juga merupakan materialiasi dari kehendak kita juga.
Bagi Arthur Schopenhauer, kebanyakan manusia menyangka jika dirinya bertindak karena mengikuti apa yang ada di depannya.
Baca juga : Pragmatisme dan Tokoh-tokoh Pragmatisme Pendidikan Filsafat