Lihat ke Halaman Asli

Fahrul Rizal bin Iskandar

Peminat Sejarah Kuno

Kisah Pilu Kuala Batu

Diperbarui: 22 Desember 2018   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Logo Kota Salem (sumber: https://jagadfakta.files.wordpress.com/2012/04/us-masal.jpg)

Alkisah bermula di hari yang cerah pada tengah bulan pertama tahun 1831, ketika Master Endicott dengan wajah berseri memerintahkan sang Kelasi Kepala kapal dagang Friendship of Salem untuk membuang sauh dimuka pantai Kuala Batu. Pikirnya pasti kapal yang dinakhodainya dengan panjang 31 meter dan tingginya 9 meter itu akan penuh dengan lada dan rempah-rempah seperti halnya James Monroe, Palmer dan Governor Endicott, tiga kapal dagang Amerika Serikat yang lebih dahulu tiba di perairan Aceh yang menghadap Samudera Hindia. 

Maklumlah, Raja Cut Ampon Muda berhasil membina sebuah bandar yang setiap tahunnya menampung hasil panen lada, cengkeh, pala, dan macam rempah-rempah yang tumbuh di wilayah Babahrot, Susoh, sampai ke Manggeng.

Walaupun Cut Ampon kedudukannya hanya setakat Uleebalang Kuala Batu tapi kepiawaiannya dalam menyebarkan berita akan keberadaan mutiara khatulistiwa di wilayah itu kepada para pedangang Amerika patut diacungkan jempol. 

Dengan tutur bahasanya yang memukau dan bagi hasil yang dijanjikan, kontan saja para pemandu melayu di Pulau Pinang dan Singapura senantiasa mewartakan pelabuhan Kuala Batu pada pedagang-pedagang asing yang singgah disana tak terkecuali para pedagang Amerika itu. "Grab your treasure in Quallah Battoo...!", begitulah teriak Tun Teja, timbalan Syahbandar Pulau Pinang, saat memandu Friendship of Salem keluar dari pelabuhan.

Pada Logo Pemerintah Kota Salem terdapat sosok pria Aceh dan tulisan latin "Divitis Indiae Usque Ad Ultimum Sinum" yang artinya "TO THE FARTHEST PORT OF THE RICH EAST"  atau "Ke bandar terjauh yang memiliki kekayaan di Timur"

Pikir Cut Ampon pastinya dia tidak dapat mengharap banyak pada Sultan Muhammad Syah yang bertahta di Banda Aceh. Bagaimana tidak, sang Sultan yang sakit-sakitan akibat kegemarannya menghisap opium itu tak ubah bagai boneka perlambang kekuasaan para walinya. 

Pemerintahan sebenarnya ada pada para wali Sultan, dan mereka tak akan rela bila terdapat Uleebalang dari keturunan wangsa sebelumnya tampak lebih cerdas dan inovatif dalam upaya membangun Kesultanan ini. Wajar saja mungkin menurut Cut Ampon karena apabila ditelisik moyangnya masih bertalian dengan Sultan Buyung dari wangsa Indrapura yang memerintah jauh sebelumnya pada tahun 1568. Apapun itu, Cut Ampon tidak mempersoalkan siapa yang akan ditahtakan menjadi Sultan karena perhatiannya hanya untuk membangun Kuala Batu.

Gaya Cut Ampon Memerintah
Memang benar bila dikatakan bahwa para administrator terbaik pada masa Cut Ampon kebanyakan mereka yang telah pulang belajar dari Turki Usmani ataupun pada para ahli di wilayah British-India yang telah ditempa oleh orang Inggris itu sendiri. 

Buktinya, para wali Sultan di Kuta Raja lebih mempercayai orang-orang keturunan Arab yang pernah bekerja pada pemerintah Turki Usmani dari pada anggota keluarga sendiri, bahkan konon kabarnya, Cut Ampon mendengar bahwa ada keturunan India yang cuma bekas pegawai rendahan di pemerintahan Inggris mendapat kuasa besar dalam urusan luar negeri Istana Dalam. Tetapi Cut Ampon jelas punya gaya sendiri dalam urusan administrasi.

Berdasarkan pengalaman pribadinya sewaktu menakhodai kapal barang dari Samudera Hindia ke Selat Malaka, Cut Ampon berhasil menjalin hubungan dengan orang-orang sekufu dengan dirinya di Pulau Pinang, Dumai, Lingga, Tiku, Pariaman, Sibolga, dan banyak negeri lainnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline