Topik ini lebih mengarah pada apa yang dirasakan penulis soal attachment agama dengan individu sehingga memberikan energi yang begitu besar,Judul ditas mengajukan pertanyaan yang coba dijawab melalui pendekatan psikologis yang terkadang fiksi dalam memilih diksi-diski yang agak sedikit religi supaya mudah dipahami.
Harapannya teman-teman dapat membaca sampai selesai dan memberikan pandangan karena sesungguhnya penulis lagi gelisah atau lebih tepatnya membutuhkan discussion partner.
Bukan lagi topik yang senantiasa kita perdebatan terus menerus soal keberadaan agama kedalam ruang lingkup sosial,kenapa agama harus ada,bagaimana hidup kalau tidak ada agama, Ini pertanyaan filosofis dan harus dijawab secara filosofis pula. Sudah banyak kontribusi kongkrit agama atas kehidupan dunia saat ini serta pengakuan ilmiah bahwa agama memiliki zat yang bisa membuat orang kecanduan (Ketagihan).
Tinggal yang diperdalam bagaiman pemeluk agama beretika dengan benar berdasarkan agama masing-masing,selama orang beragama pasti memiliki niat baik sesama umat manusia,Menjunjung tinggi nilai toleransi,anti saparatis.
Kaitan dengan teori emosi dalam psikologi Bahwa manusia sangat lemah dengan berbagai bencana alam, seperti gempa bumi,gunung meletus. Kendati demikian manusia menjadikan agama sebagai pelarian untuk mendapatkan ketenangan, Hal-hal ritual dalam agama dapat membuat perasaan orang tenang kalau melakukannya,inilah yang dimaksud diatas bahwa agama memiliki Zat pengantar energi sehingga membuat ketagihan.
Sama halnya dimana seorang kecanduan rokok paparan nikotin secara terus-menerus dapat menyebabkan seseorang mengalami kecanduan nikotin.
Sebab, nikotin dapat memicu pelepasan dopamin, yaitu zat kimia otak yang menimbulkan rasa senang. Dengan cara seorang melakukan terus menerus akan muncul ketergantungan yang amat besar,pada akhirnya kita berpikir besar bahwa agama tidak butuh kita dan yang membutuhkan agama itu adalah manusia. Dalam menuaikan Shalat bagi kita yang belum paham secara utuh manfaatnya dalam dunia maupun akhirat,kita melakukan shalat itu karena semata karena kewajiban saja padahal dibalik itu ada banyak senyawa bereaksi kalau kita menuaikan.
Saya bisa meyakinkan kalau manusia khususnya muslim mengetahui shalat memiliki manfaat besar selain dari pada kewajiban agama Islam pasti akan melakukan shalat dan merasa rugi jikalau meninggalkan, atau misalnya kita resah dengan mengajukan pertanyaan kenapa saya gak memenuhi kewajiban agama berarti jawabannya kita masih ada yang salah atas cara memahami agama seutuhnya, Perlu dicatat hukum memahami itu universal bukan secara semantik saja.
Terminologi kecanduan dalam mindset publik itu seolah bertentangan apalagi menunjukan kepada agama dalam kalimat yang dituju (Agama adalah Candu),Orang pasti keingat penjelasan Karl Marx sewalaupun tidak membaca secara utuh isian didalam buku "A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy of Right" Yang intinya muncul naratif agama adalah candu merupakan keinginan Karl Marx agar agama tidak menjadi kepentingan politik kekuasaan,Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions.
It is the opium of the people" (Agama adalah keluh kesah dari masyarakat yang tertindas, hati dari dunia yang tidak berhati, dan jiwa dari keadaan tidak berjiwa. Agama adalah opium masyarakat). Apalagi senggol soal agama sedari awal propagnda Karl Marx sebagai ideologi terlarang di Indonesia sehingga para pembaca kebanyakan memakai cara yang falsifikasi.
Ini bukan pembenaran atas kritikan Karl Marx dalam muatan bukunya tapi lebih pada memperjelas sesuatu yang candu (Ketagihan) tidak mesti indentifikasi pada hal negatif (tidak benar) seakan Komprador keinginan publik,Candu terhadap budaya yang memberikan dampak positif atas lingkungan universal itu memang harus ditanamkan, pemeluk agama manasi yang tidak mengiginkan kehidupan surga pasti semuanya menginginkan dan angkat tangan.
Tidak bisa kita bayangkan apa arti sebuah kehidupan jikalau tidak ada agama dalam kehidupan manusia saat ini,Ini bukan pertanyaan dalam ruang logika tapi coba kita gambarkan berdasarkan yang dirasakan umat beragama saat melakukan ritual keagamaan,menjalankan rukun Islam ,Sampel yang saya ambil dari 10 orang diberi pertanyaan yang sama "Bagaimana rasanya anda setelah melakukan ibadah" semua dari 10 orang menjawab merasa tenang,bahagia,lebih percaya diri menjalani kehidupan,senang.
Orang sudah merasa berkecukupan finansial memiliki rumah super keren,Mobil super canggih,seolah perkakas dunia tinggal diklik (kun fayakun) langsung jadi,Sekali kita ingin lihat orang-orang melebih kekayaan ini memiliki kebahagiaan atas kepemilikan tersebut justru yang dicerikan adalah rasa Kesal,Stres,Ambition, kekayaan tersebut dihibahkan kepada orang membutuhkan sebagian harta Tanpa imbalan dunia juga tidak berani. Apa sebenarnya diagnosa atas ketenangan hati yang tidak kunjung datang padahal harta dunia sudah dimiliki, bukankah itu semua puncak dari pada cita-cita manusia diseluruh dunia.