Lihat ke Halaman Asli

Fahrul RizkiPrayogo

Menulis supaya tetap produktif

Mengapa Transportasi Publik di Jakarta Tidak Didukung Warganya?

Diperbarui: 10 Juni 2021   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Banyak dari kita yang ber-KTP DKI Jakarta lebih sering atau bahkan selalu menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat untuk mobilitas sehari-hari daripada menggunakan transportasi publik. Jika ditanya mengapa lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, mungkin sebagian dari kita beralasan karena kendaraan pribadi lebih efisien dan praktis. 

Jika diperhatikan, jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta jauh lebih banyak dari tranportasi publik atau bahkan lebih banyak dari warga DKI Jakarta itu sendiri. Kemudahan untuk memiliki kendaraan pribadi, pola pikir yang belum berubah, dan kebijakan yang tidak sinkron dari pemerintah menjadi beberapa penyebab mengapa transportasi publik di DKI Jakarta hanya diminati oleh segelintir warganya.

Gubernur DKI Jakarta silih berganti, begitu pula dengan kebijakan di bidang transportasi. Perbaikan, peremajaan, dan peningkatan kualitas serta kenyamanan transportasi publik selalu dilakukan hampir tiap tahunnya. Langkah-langkah tersebut guna mengajak warga Jakarta untuk bisa beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. 

Sebab, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, jumlah kendaraan pribadi di DKI Jakarta pada tahun 2019 mencapai angka 11,88 juta unit. Dari 11,88 juta unit kendaraan bermotor, kendaraan sepeda motor berjumlah 8,1 juta unit dan mobil penumpang mencapai 2,8 juta unit. 

Dari data tersebut, bisa diasumsikan bahwa pengguna kendaraan pribadi di DKI Jakarta tidak jauh berbeda dengan data yang dirilis oleh BPS. Sementara itu, menurut Menteri Perhubungan Budi Karya, ia mengatakan bahwa dari keseluruhan warga DKI Jakarta, hanya 32 persen yang intensif menggunakan transportasi publik.

Berdasarkan data tersebut, ada jarak yang sangat besar antara pengguna kendaraan pribadi dan transportasi publik. Jika Budi Karya Sumadi mengatakan hanya ada 32 persen pengguna transportasi publik dari keseluruhan warga Jakarta yang berjumlah 10,56 juta jiwa, maka kurang lebih pengguna transportasi publik di Jakarta hanya berkisar 3,3 juta orang. 

Itu berarti tidak sampai setengah warga DKI Jakarta menggunakan transportasi publik. Jika tidak dicarikan solusinya, maka mungkin saja angka pengguna kendaraan pribadi akan terus membesar dan pengguna transportasi publik malah sebaliknya. Maka, kemacetan lalu lintas karena kapasitas jalan yang tidak sanggup menampung kendaraan bermotor akan terus terjadi.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa penyabab mengapa kendaraan pribadi masih menjadi primadona untuk menunjang mobilitas sehari-sehari daripada menggunakan transportasi publik. Beberapa penyebab tersebut di antaranya:

Pertama, semakin mudahnya memiliki kendaraan pribadi. Harus diakui bahwa saat ini setiap orang dengan mudahnya bisa mempunyai kendaraan pribadi, baik itu sepeda motor maupun mobil. 

Di beberapa merk dan tipe, seseorang hanya perlu mengeluarkan uang Rp 500 ribu sebagai Down Payment (uang muka) dengan pembiayaan kredit untuk bisa memboyong sepeda motor baru ke rumahnya. Semakin mudah, bukan? 

Sedangkan untuk memiliki mobil pribadi, saat ini sudah banyak mobil-mobil yang dijual dengan harga terjangkau, yang biasa kita kenal dengan Low Cost Green Car (LCGC). Mobil-mobil dengan tipe LCGC ataupun tipe lainnya bisa dimiliki dengan mudah oleh beberapa kelas sosial tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline