Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fahrizal Aziz

Penulis, Blogger

Bu Mastini, Tokoh Perpustakaan Indonesia

Diperbarui: 10 Januari 2023   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mastini Hardjoprakoso. Dok/tangkapan layar YouTube Perpustakaan Nasional RI. https://youtu.be/zGMzr6PrJmQ

Kedekatan Bu Mastini dengan Bu Tien Soeharto mungkin mempercepat proses pendirian Perpustakaan Nasional non Departemen, sekaligus membuka babak baru perkembangan Perpustakaan di Indonesia.

Keduanya masih kerabat dari Mangkunegaran, juga aktif di Kepanduan (sekarang Pramuka). Bu Tien prihatin melihat kondisi perpustakaan saat itu, lalu "melobi" suaminya untuk memberikan dukungan kebijakan.

***

Mastini Hardjoprakoso tak pernah bercita-cita menjadi pustakawan, bahkan profesi tersebut tak pernah terlintas dalam benaknya waktu kecil. Perempuan kelahiran Karanganyar, 7 Juli 1923 ini cukup lama berprofesi sebagai Guru TK.

Ia menempuh pendidikan di HIS Siswo, melanjutkan ke Huishoud-School/Mevrouw-Groot-School, lalu ke Frobel Kweekschool yang merupakan sekolah untuk guru TK. Keahlian sampingannya adalah embroidery atau menyulam.

Ia mengajar di TK Siswo milik Pura Mangkunegara, lalu sempat ikut hijrah kakaknya, Ir. Soesilo, ke Jakarta dan mengajar di TK kompleks TNI Angkatan Darat. Saat di Jakarta inilah ia coba-coba daftar menjadi pengelola perpustakaan di Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI).

LKI sebelumnya adalah Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yang ketika kemerdekaan diakuisisi dan berubah namanya, secara umum fungsinya hampir sama.

Mastini bekerja di Perpustakaan LKI dan inilah awal mula ia jatuh cinta pada dunia Perpustakaan. Ia menekuni profesi barunya dengan penuh dedikasi hingga mendapatkan beasiswa Stichting voor Culturele Samenwerking untuk belajar selama satu tahun di Nederlands Instituut voor Documentatieen Registratie (1955-1956).

Pada 1962, LKI dikelola oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namanya diubah menjadi Museum Pusat dan Mastini diangkat sebagai Kepala Perpustakaan Museum Pusat.

Ketika menjadi kepala perpustakaan inilah, Mastini memprakarsai sebuah pameran surat kabar lama yang berusia ratusan tahun, beberapa surat kabar era Gubernur Daendels (1810), Raffles (1812), Pangeran Diponegoro (1925), berdirinya Boedi Utomo, Sumpah Pemuda hingga Proklamasi Kemerdekaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline