Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fahrizal Aziz

Penulis, Blogger

Pacaran Sehat, Mungkinkah?

Diperbarui: 6 April 2020   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source : localhousedubai.com

Kata pacaran saja sudah menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Ada yang secara tegas menolaknya, terutama dengan dalil agama. Ada yang membolehkan, namun harus ada batas tertentu.

Saya pernah berdialog dengan beberapa orang tua yang membolehkan pacaran, dengan batas tertentu ini. Kenapa dibolehkan? Karena dilarang pun akan tetap pacaran, secara sembunyi-sembunyi. Dimarahi seperti apapun, hanya akan menghabiskan energi.

Tipe anak memang berbeda-beda, ada yang patuh dan ada yang tidak. Orang tua yang membolehkan anaknya pacaran, sebenarnya adalah upaya jalan tengah. Mereka jadi lebih mudah memantau, dengan siapa anaknya dekat. Sekaligus berupaya agar kedekatan dirinya dengan si anak tetap terjalin, sehingga tidak tergantikan oleh sosok baru yang disebut pacar.

Terutama bagi anak perempuan, saat masuk usia remaja, ia perlu sosok bapak. Jika sosok bapak ini tak ia dapat, maka akan ada sosok lain yang menggantikan. Masalahnya, apakah sosok penggantinya ini bisa menjaganya?

Maka salah satu orang tua yang saya temui sempat mengungkapkan istilah pacaran sehat. Terdengar unik dan menggelikan. Lantas saya sampaikan istilah itu ke seorang teman jurusan psikologi, menurutnya pacaran saja sudah tidak sehat, secara psikologis. Duh.

Namun entahlah, saya kadang agak membenarkan istilah pacaran sehat ini. Atau istilah lainnya, pacaran produktif. Memang terdengar konyol. Teman saya yang mendengarnya sampai menertawakan, dan melempar sebuah pertanyaan : iya kalau nanti nikah, kalau tidak?

Selain itu ada juga yang mengingatkan, nanti bisa disalah artikan membolehkan pacaran. Padahal, istilah ini ditujukan untuk yang terlanjur pacaran, atau yang sulit dilarang untuk pacaran itu tadi.

Memang serba membingungkan. Teman aktivis gerakan perempuan juga mengingatkan, bahwa kasus kekerasan perempuan juga sering dilakukan oleh si pacar. Mulai dari kekerasan psikis hingga seksual. Maka, membolehkan pacaran sekalipun dengan istilah pacaran sehat, adalah suatu yang beresiko.

Lalu bagaimana pola pacaran sehat? Perlu ada role model. Di era sekarang ini terutama. Namun yang tak kalah penting adalah kesadaran akan tubuhnya masing-masing. Batasan mana yang boleh dan tak boleh disentuh, serta memahami dampak dari perbuatan tak sehat yang mungkin didapatkan.

Dalam suatu kelas konseling siswa yang saya ikuti beberapa tahun silam, guru BK menjelaskan bahwa salah satu upaya menghindarkan anak dari pacaran, adalah membuatnya sibuk. Sibuk sekolah dan organisasi terutama, aktif di OSIS dan ekstrakurikuler, atau kegiatan yang melibatkan hobinya.

Kesibukan itu bisa menjadi pelampiasan positif atas energi besar yang tengah dimilikinya di usia remaja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline