Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fahrizal Aziz

Penulis, Blogger

Banyak Diterpa Isu Negatif, Kenapa Survei Jokowi Tetap Tinggi?

Diperbarui: 9 Maret 2018   19:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibandingkan enam Presiden sebelumnya, Jokowi mungkin yang paling banyak diterpa isu negatif. Selain karena era digital yang berkembang, Jokowi diterpa isu negatif dari berbagai sisi, mulai dari keluarga, partainya, kebijakannya, sampai sinisme lain yang sebenarnya sangat efektif untuk menggerus elektabilitasnya.

Isu paling pertama adalah posisinya yang disebut capres boneka. Ia pun juga dihujani kritik, termasuk dari kubu yang selama ini kontra dengan PDIP atau figur Megawati. Selanjutnya, soal isu kepemimpinan yang kurang amanah. Baru dua tahun jadi Gubernur DKI, sudah maju Pilpres. Tak sedikit ayat demi ayat agama tentang kepemimpinan yang muncul, agar publik tidak memilihnya.

Belum lagi dengan isu super sensitif, terutama terkait dengan PKI, Komunisme, atau kedekatan dengan Tiongkok. Ini isu sangat sensitif, sebab Indonesia memiliki catatan sejarah yang memilukan tentang G30 SPKI. Isu tersebut terus bergulir, bahkan sampai hari ini. Meski sedikit demi sedikit mulai redam.

Menurut beberapa pakar politik, isu-isu semacam itu memang tidak akan bertahan lama. Namun ada satu isu besar, yang sangat penting dan tidak boleh disepelekan. Yaitu isu ekonomi. Kebijakan Jokowi untuk membangun infrastruktur besar-besaran memberatkan APBN, dampak kebijakannya subsidi dipotong bahkan dihabisi perlahan-lahan. Harga BBM dan listrik naik, padahal kenaikan keduanya juga berdampak pada kenaikan bahan pangan.

Isu ini sangat penting ketimbang isu politik dan ideologi seperti bangkitnya PKI, yang kadang sangat sulit dibuktikan. Isu ekonomi dan kebijakan ini secara nyata dirasakan masyarakat, soal perut, soal anggaran rumah tangga, soal gaji yang tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan. Ini sangat bahaya.

Intinya, ada banyak isu yang menerpa, yang dalam logika normal harusnya sudah menggerus elektabilitas Jokowi. Namun hingga kini masih diatas 40%, meski angka itu belum cukup aman, namun seharusnya elektabilitasnya lebih rendah dari itu, ya mungkin sekitaran 20%.

Mungkin ada aspek lain yang dilihat publik, terutama oleh para pendukungnya, yang menjadi trend positif. Soal kemudahan usaha misalkan, bantuan pendidikan dan kesehatan, serta eksekusi kebijakan yang cepat terealisasi karena seringnya Jokowi blusukan.

Selain itu, style politik Jokowi juga turut membuat rakyat senang, meski dari hal-hal kecil dan sederhana. Misalkan soal berpakaian, bagi-bagi sembako dan sepeda ketika berkunjung ke suatu tempat, sampai kesediaannya menyapa masyarakat di daerah, sehingga rakyat biasa bisa bersalaman bahkan berfoto bersama.

Tentu ada aspek lain juga yang membuat elektabilitasnya masih paling tinggi, namun yang paling penting, dan perlu menjadi renungan bersama, bahwa selama ini fokus kritik seolah hanya ke Jokowi. Ibaratnya, Jokowi menjadi obyek tunggal. Padahal semakin kencang kritik atau mungkin caci maki, semakin kuat pula basis pendukungnya. Sehingga, sekalipun begitu kuatnya isu yang menerpa Jokowi, nyatanya tidak ada figur lain yang lebih kuat, selain dirinya.

Sekalipun setiap partai memiliki tokohnya masing-masing, namun seolah tidak ada yang kontestable jika dibandingkan Jokowi. Termasuk nama Prabowo sekalipun. Meski popularitas dan elektabilitas Prabowo cukup tinggi, namun nyaris kita tidak tahu, apa alasan orang mendukung Prabowo. Apa karena rekam jejaknya, kebagusan agamanya, darah bangsawannya, atau karena ABJ (asal bukan Jokowi).

Padahal, selain bersikap kritis, politik juga perlu memunculkan tokoh-tokoh baru, terutama pemimpin daerah. Sayang, baik yang pro dan terutama yang kontra seringkali menjadikan Jokowi obyek tunggal, sehingga nama yang beredar diperbincangan tetap itu-itu saja. Bisa jadi suasana psikologis yang sukar berubah, yang pro fanatik setengah mati. Yang kontra mungkin juga sebaliknya, pokok apapun yang dilakukan Jokowi harus dikritisi dan disalahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline