Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fahrizal Aziz

Penulis, Blogger

KMP, dari Prabowo ke Golkar dan derita PPP

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu stasiun televisi swasta tak mau lagi menyebut koalisi merah putih (KMP). Mereka lebih cenderung menyebut KPP (Koalisi Pendukung Prabowo). Menurut sebagian orang, terminologi “merah putih” terlalu agung kalau dijadikan sebutan untuk merebut beberapa kursi penting dalam politik.

Partai yang berada dalam KMP, secara eksplisit memang menyatakan diri mendukung Prabowo-Hatta dalam perhelatan pilpres. Tak terkecuali PPP yang sejak awal –melalui ketua umumnya, Suryadarma Ali—sangat kekeh untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai Capres. Tentu ada rasa kecewa mendalam ketika dalam perebutan pimpinan DPR, partai berlambang ka’bah tersebut tidak dimasukkan dalam paket pimpinan dan KMP justru menggantinya dengan Partai Demokrat yang secara eksplisit tidak menyatakan dukungan kepada Prabowo-Hatta dan mengklaim sebagai partai penyeimbang.

Awalnya, Partai-partai yang menamakan diri koalisi merah putih, adalah yang mendukung Prabowo-Hatta dalam pilpres yang lalu, namun setelah Prabowo-Hatta kalah, agaknya kendali gerakan tidak lagi di pegang oleh Gerindra (yang mengusung calon) melainkan dari Golkar. Terbukti dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai ketua DPR-RI. Dari semua partai koalisi merah putih, Golkar adalah partai dengan jumlah kursi terbanyak.

Jika KMP masih dalam kendali Prabowo Subianto sebagai tokoh sentral, tentu secara moral, KMP lebih mengedepankan PPP dalam paket pimpinan DPR RI. Kenapa? Karena PPP –Melalui ketua Umumnya Suryadarma Ali—telah mempertaruhkan reputasi dan stabilitas partai demi mendukung Prabowo. Kita masih ingat, kemelut yang terjadi di internal PPP setelah SDA menyatakan dukungan kepada Prabowo. Banyak pihak yang menilai bahwa dukungan tersebut belum melalui persetujuan musyawarah.

Tetapi agaknya, kalkulasi politik di parlemen pun membuat Prabowo tak bisa berbuat banyak. PPP harus merelakan satu pimpinan dijabat oleh Partai Demokrat yang secara deklaratif bukan pendukung Prabowo-Hatta. Senyatanya, Demokrat yang bukan bagian secara deklaratif dari KMP, berhasil mendapatkan kursi pimpinan DPR dan MPR. Wajar jika kemudian PPP hijrah ke Koalisi Indonesia Hebat. Karena secara moral, mereka terdholimi. Andaikan PPP masih tetap bergabung dengan KMP dalam pemilihan MPR, belum tentu juga mereka mendapatkan kursi pimpinan karena ada Oesman Sapta dalam paket pimpinan KMP.

Jadi, KMP kini adalah koalisi penguasa parlemen secara kuantitatif, dengan Golkar sebagai panglimanya, bukan lagi Prabowo Subianto. Secara moral, Prabowo seharusnya memiliki sikap tegas kepada PPP sebagai anggota koalisi, namun karena agaknya kendali koalisi tidak lagi ia pegang, maka ini adalah derita baru bagi PPP : Setelah kemelut internal, tersangkanya SDA, dan kini pun tersingkir dari KMP.

Namun diluar dari itu semua, PPP masih punya kader yang cukup berprestasi di Kementrian Agama, yaitu Pak Lukman Hakim. Mungkin saja Jokowi-JK akan tetap mempertahankannya sebagai Menteri Agama.

Politik itu memang unik, ada sebagian yang bisa di usahakan. Ada sebagain pula yang bisa direkayasa. Tetapi ada sebagian pula yang digariskan oleh Tuhan. Sikap PPP ini bisa menjadi sinyal untuk tetap bertahannya Pak Lukman sebagai menteri agama, setelah sebelumnya beliau menyatakan mundur sebagai anggota DPR.

Segalanya masih mungkin terjadi. Untuk Indonesia hebat!.

Blitar, 10 Oktober 2014

A Fahrizal Aziz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline