Lihat ke Halaman Asli

Fahrizal Muhammad

Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Satgas Anti Covid-19, Wujud Kepedulian dan Kebersamaan

Diperbarui: 26 Maret 2020   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen satgas anti covid-19 (dokpri)

Kebijakan dan seruan untuk stay at home dan work from home untuk menekan penyebaran Covid-19 telah memaksa orang untuk pulang dan kembali lebih banyak ada di rumah. Kompleks perumahan semarak dalam diam. 

Sejujurnya, inilah saat paling ideal untuk ngumpul dengan tetangga, menggelar majelis kopi setelah sholat Subuh di masjid, bersepeda bareng, atau sekadar kerja bakti membersihkan lingkungan. Namun, itu semua tidak bisa dan tidak boleh dilakukan. Bahkan untuk sholat jamaah di masjid pun sangat tidak dianjurkan. 

Ini bukan soal masjid yang sepi dan gang-gang di perumahan yang lengang, tetapi soal bagaimana pada akhirnya kita bisa berbuat di tengah teka-teki kondisi dalam kepungan penyebaran virus.

Faktanya, tidak setiap orang menyadari bahwa dipulangkannya mereka dari sekolah, kampus, dan kantor itu untuk berdiam di rumah. Masih banyak lalu lalang kendaraan di boulevard kompleks dan taman selalu penuh di pagi dan sore dengan berbagai kegiatan warga. Apalagi ada faktor menarik yang menyertai aktivitas mereka: tukang cemilan. 

Ruang Kesadaran

Faktor kesadaran tiap orang berbeda-beda dalam menyikapi kebijakan dan anjuran untuk melakukan social distancing. Barangkali karena merasa sehat dan aman, maka sejumlah orang tetap beraktivitas seperti biasa.

Situasi ini tentu kontradiktif dengan sebagian lain yang dengan tertib dan penuh kesadaran berusaha sekuat tenaga untuk tetap berada di rumah dan mengurangi serta membatalkan sejumlah rencana. 

Wajar, memang. Bukankah pengetahuan dan pemahaman tidak selalu berbanding lurus dan berpengaruh terhadap tingkah laku? Namun, bila dalam satu wilayah warganya tidak kompak, apakah mungkin hasil maksimal dari social distancing dapat diraih?

Berbagai diskusi dan tawaran serta tarik menarik ide tentang ruang gerak yang masih bisa diizinkan dan dimaafkan dalam stay at home pun bergulir dan memanas di group wa. 

Semua berlangsung di level pengurus dewan kemakmuran masjid, warga, maupun pengurus rukun tetangga dan rukun warga. Tingkat kedewasaan dan kecerdasan emosional yang baiklah pada akhirnya setiap warga berhasil menemukan ruang kompromi dan mencoba menata kembali sejumlah hal yang memang prioritas dilakukan saat ini. 

Kondisi yang dinilai dapat menegasikan dan mereduksi niat baik dari anjuran dan kebijakan stay at home dan work from home jelas membuat khawatir sejumlah warga. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline