Manusia adalah satu-satunya makhluk yang sampai hari ini mampu bertahan menghadapi kerasnya seleksi alam. Dengan dibekali akal dan budi oleh Tuhan, manusia dijadikan sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. manusia di berikan mandat untuk melakukan pemeliharaan terhadap apa yang ada di bumi.
Seiring dengan berjalannya waktu, manusia mulai melakukan migrasi dan membentuk koloni-koloni di berbagai tempat. Dan tentu di setiap koloni tersebut ada satu orang yang mempunyai wewenang untuk mengatur koloninya.
Seorang yang berkuasa tersebut tentulah dianggap mampu dan berkompeten untuk dijadikan sebagai seorang pemimpin ataupun panutan, baik dalam aspek ekonomi, sosial, politik bahkan agama. Dan para pemimpin ini acap kali dikultuskan oleh orang-orang yang selalu dekat dan fanatik dengannya.
Sehingga kerap kali jika terjadi perseteruan antar pemimpin, yang gelut bukan pemimpinnya, tapi para pendukung dan orang-orang yang berada disisinya. Sikap pengultusan ini tentu bukan sikap yang baik.
Tempo hari penulis membaca sebuah berita yang cukup ramai diperbincangkan, ya walaupun sebenarnya berita ini sudah lama namun masih ada kaitannya dengan sikap pengultusan terhadap seorang tokoh. D
ikutip dari kompas.com (12/05/2021) terdapat berita bahwa sudah terjadi kasus pencabulan yang dilakukan oleh salah seorang putra Kiai di daerah Jombang. Salah seorang remaja yang ikut mendampingi kasus ini bahkan juga mengalami intimidasi oleh orang-orang yang diduga dari pesantren kiai tersebut.
Kemudian pada tanggal 15 Februari 2020 kepolisian dari Polda Jatim berusaha untuk menangkap tersangka kasus pencabulan tersebut, namun gagal karena dihalang-halangi oleh massa. Ini adalah bukti bahwa sikap pengultusan bisa menimbulkan banyak sekali kerugian.
Ada beberapa alasan mengapa sikap pengultusan ini sangat berbahaya, diantaranya:
1. Menjadikan seseorang tidak bisa berfikir secara objektif
Seseorang yang sudah terlanjur memuja dan mendewakan sosok yang dikaguminya akan cenderung bersikap subjektif dan selalu membela sosok yang dipujanya itu, meskipun dia melakukan sesuatu yang bisa dikatakan sebagai sebuah kejahatan.
2. Sikap yang rawan dimanfaatkan oleh orang yang dikultuskan