Lihat ke Halaman Asli

Fakhri Ali

Global Citizen - Survivor - Learner - Your Man

Hidup itu Sebuah Perjalanan

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang petang, didalam sepetak kedai kopi bersama kawan, memandang beningnya rintik hujan yang jatuh dari awan, membenturkan diri diatas aspal jalanan, kami asik membicarakan kehidupan sambil sesekali menenggak kopi hitam yang kami pesan.

Duduk bersama diatas kursi panjang, menengadah keatas melihat langit hitam karena tertutup mendungnya awan, saling memandang lalu tertawa, entah apa yang sedang kami tertawakan.

Seteguk demi seteguk kopi kami telan, sambil meneruskan obrolan tentang kehidupan, sok tau memang, seolah kami telah berusia panjang.

Sejak tadi kami banyak memiliki kesamaan, tapi tentang kehidupan semua orang pasti punya jalannya sendiri. Dia baru saja mendaftar semester pendek untuk percepatan, aku baru saja direkomendasikan berhenti kuliah oleh ketua jurusan. Jelas jalan kehidupan kami berbeda kan?

Hari ini sangat meletihkan, perjalanan panjang menuju kampus cukup membuat kami kelelahan. Sesampainya di kampus langsung mengahadap ketua jurusan, dapat wejangan yang lumayan menyedihkan. Sedihnya bukan karena disuruh undur diri dari perkuliahan, tapi terbayang mimik kekecewaan ketika berita ini sampai di telinga orang tua, kedua pahlawanku dalam kehidupan. Belum lagi mereka nanti harus dengar komentar yang tidak enak dari tetangga, saudara, atau kolega tentang berita ini. Orang-orang itu suka terlalu cepat berikan tanggapan sebelum memahami persoalan.

Rasanya, sampai usia kepala dua ini sudah terlalu banyak kekecewaan - kekecewaan yang kuberikan pada orang tua. Setiap kekecewaan itu datang, mereka selalu berkata, mungkin ini sudah garis tangan Tuhan. Ya, mereka memang terlalu penyabar, sambil aku terproses untuk sadar. Tapi, memang Tuhan Maha Perencana bukan? Sudah tak perlu kita ragukan, pasti Ia bukakan jalan.

Lewat tulisan ini, ku berjanji untuk siapapun itu; setiap kekecewaan yg kuciptakan akan kubayar dengan kebahagiaan, setiap air mata yang jatuh atas namaku akan kuganti oleh senyum tawa atas namaku jua.

Jalan panjang didepan masih terbentang, tak perlu terlalu lama terpaku mengenang jalan yang liku - liku dibelakang. Biarkan itu semua jadi penglaman, toh memang menuju puncak harus melewati lika liku jalanan bukan? Sama halnya perjalanan menuju Puncak Bogor, melewati lika liku jalan cipayung dan megamendung. Ketetapan - ketetapan Tuhan lainnya pun sedang tunggu giliran.

Mari kita berjalan lagi kawan, sudah hampir larut malam. Lagi pula 4 atau 5 gelas kopi lagi kita pesan pun tak akan selesai kita bicara soal kehidupan. Hanya satu yang perlu diingat; dua bait tulisan diatas ini harus erat dalam pikir seperti ampas kopi itu yang melekat pada cangkir.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline