Lihat ke Halaman Asli

Merdeka Belajar saat Pandemi Covid-19 di Indonesia

Diperbarui: 3 Desember 2021   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Merdeka Belajar saat Pandemi Covid-19 

di Indonesia

Mendengar kata Merdeka Belajar sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kedua, tercetus lah program Merdeka Belajar yang merupakan produk dari Kemendikbud di bawah arahan Nadiem Makarim selaku menteri pendidikan yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Gojek. Menurut Nadiem Makarim, merdeka Belajar adalah memberikan kebebasan dan otonomi kepada lembaga Pendidikan, dan merdeka dari birokrasi yang berbelit serta diberikan  kebebasan  untuk memilih  bidang yang mereka sukai.

Program Merdeka belajar yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, merupakan usaha atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah guna mempersiapkan SDM atau sumber daya manusia yang unggul untuk masa depan bangsa yang lebih cerah melalui pendidikan. Saat ini di Indonesia sedang mengalami pandemi virus Corona yang menjadi hambatan bagi seluruh sektor kehidupan termasuk sektor pendidikan. Dalam masa pandemi ini sangat rentan terjadi learning loss, yaitu kemunduran dalam bidang akademi karena faktor tertentu atau kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik secara umum ataupun khusus karena ketidakefektifan atau kesempurnaan kegiatan belajar mengajar.

Pendidikan di Indonesia pada masa pandemi berlangsung dengan pembelajaran jarak jauh atau seringkali kita singkat dengan PJJ. Pembelajaran jarak jauh ini sudah dimulai dari tahun ajaran 2020---2021. Dalam menyukseskan pembelajaran jarak jauh ini pemerintah memberikan bantuan kuota secara gratis bulan Juni hingga Desember 2020 dengan rincian yang diterima dosen dan mahasiswa menerima kuota sebesar 50 GB; tenaga pengajar mulai dari PAUD hingga SMA mendapatkan masing-masing 42 GB; siswa sekolah dasar hingga SMA menerima 35 GB; sedangkan kuota yang didapatkan anak PAUD sebesar 20 GB. Kuota tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pembelajaran jarak jauh dengan sebaik-baiknya melalui sambungan telekomunikasi meskipun siswa dengan pengajar terpisah jarak.

Sarana yang bisa digunakan saat belajar mengajar jarak jauh adalah sebagai berikut:

 Pertama, belajar dari rumah secara berkala. Kedua, belajar dengan menggunakan aplikasi atau daring. Ketiga, belajar kelompok dan kunjungan rumah oleh guru. Keempat, pembelajaran jarak jauh dengan SMS atau telepon, khususnya di daerah 3T (terpencil, terdepan, dan tertinggal) karena bukan rahasia umum bahwa fasilitas infrastruktur internet dan telekomunikasi di Indonesia masih belum merata. Kelima, mengakses media pembelajaran yang ada di televisi atau radio. Dalam pembelajaran jarak jauh ada banyak platform yang bisa digunakan untuk menjalankan dan mempermudah pembelajaran jarak jauh baik siswa maupun guru seperti WhatsApp, telegram, Facebook, tiktok, YouTube, dan masih banyak lagi.

Pembelajaran jarak jauh memiliki beberapa kelebihan yaitu, materi untuk belajar sangat mudah diakses secara daring atau online, tidak ada batasan waktu sehingga siswa dapat belajar kapanpun dan dimanapun, sumber belajar yang variatif mulai dari website, sosial media, dan aplikasi yang mudah diakses baik siswa maupun guru, dan yang terakhir adalah meningkatnya literasi digital bagi guru maupun siswa.

Meskipun memiliki banyak kelebihan, pembelajaran jarak jauh ini juga memiliki kekurangan atau tantangan tersendiri bagi siswa. Tantangan dari pembelajaran jarak jauh ini yaitu, permasalahan dengan koneksi internet karena tidak semua daerah atau wilayah di Indonesia memiliki jangkauan internet yang baik dan bagus, terutama pada daerah 3T. Kemudian terjadinya kesulitan dalam memahami pelajaran dan instruksi yang diberikan oleh guru, permasalah untuk mengatur waktu belajar karena banyak siswa lebih mementingkan untuk bermain, dan yang terakhir terlalu banyak mendapatkan tugas. Tantangan ini tidak hanya dirasakan oleh siswa saja, namun tenaga pengajar juga mengalaminya, seperti tenaga pengajar yang belum melek teknologi.

Dalam survei yang dilakukan UNICEF tentang rencana kembali ke sekolah di masa pandemi Covid-19, hasil responden dari 4000 siswa di 34 provinsi Indonesia, 66% siswa mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19, 87% siswa ingin segera kembali belajar di sekolah, 88% siswa bersedia menggunakan masker di sekolah, dan 90% siswa memahami pentingnya menjaga jarak fisik jika belajar di kelas. Dari data survei di atas dapat disimpulkan bahwa siswa di Indonesia lebih menyukai pembelajaran tatap muka langsung di sekolah daripada pembelajaran jarak jauh dari rumah.

Hasil reponden kemudian diuji cobakan pada tahun 2021, tepatnya bulan Januari, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan karena kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dapat berlangsung walaupun di zona-zona tertentu saja. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin sebagai salah satu syarat dan ketentuannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline