Lihat ke Halaman Asli

Fakhri

Warga Negara Indonesia

Ketika Gus Dur Jadi Saksi Kematian KH Wahid Hasyim

Diperbarui: 20 Oktober 2023   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Gambar] Sumber: Okezone.com

KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, merupakan Presiden ketiga Republik Indonesia yang menjabat sejak 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001. Gus Dur merupakan cucu dari pendiri pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy'ari dan putra sulung dari KH Wahid Hasyim yang pernah menjabat sebagai Menteri Negara dan Menteri Agama pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Gus Dur dibesarkan di lingkungan pesantren milik keluarganya dan diajari ilmu agama sejak kecil. Meski dibersarkan di lingkungan Islam tradisional yang sangat agamis, Gus Dur tetap diajarkan pendidikan sekuler. Ini tidak lepas dari pengaruh sang ayah, Wahid Hasyim yang cukup terbuka akan modernitas dan sekularisme. Berkat peran sang ayah inilah, Gus Dur dikemudian hari dikenal sebagai ulama sekaligus presiden yang liberal dan terbuka sehingga membantunya menyatukan keberagaman di Indonesia.

Kedekatan Gus Dur dengan sang ayah memanglah tidak dapat dipungkiri. Ketika KH Wahid Hasyim diberikan mandat menjadi Menteri, beliau harus menetap di Jakarta. KH Wahid Hasyim memilih membawa Gus Dur yang ketika itu masih kecil tinggal bersamanya sementara anggota keluarga lain termasuk Sholichah (ibu Gus Dur dan isteri KH Wahid Hasyim) menetap di Jombang. Di rumah yang berada di daerah Matraman tersebutlah Gus Dur kecil belajar banyak hal-hal diluar pendidikan agama Islam. Gus Dur sangat menyukai musik klasik karya Beethoven, yang dikenalnya melalui sahabat ayahnya yang berasal dari Jerman, Williem Bueller. Gus Dur juga menyukai membaca berbagai macam buku milik ayahnya yang ada di perpustakaan rumahnya. Ya, Gus Dur memanglah tumbuh dengan berbagai privilege yang ia punya sehingga privilege tersebutlah yang mengantarkannya menjadi pemimpin sekular di masa yang akan datang sehingga sangat dicintai rakyatnya.

Sayangnya, kedekatan antara Gus Dur dan ayahnya tidaklah berlangsung cukup lama. Suatu waktu, KH Wahid Hasyim akan berkunjung ke Sumedang untuk menghadiri pertemuan NU. KH Wahid Hasyim memang sering mengajak Gus Dur untuk ikut bersamanya ketika sedang melakukan kunjungan, menurutnya ini sebagai bentuk pendidikannya kepada Gus Dur kecil dan ia pun merasa senang jika bepergian bersama anak sulungnya itu. Ketika mobil yang mereka tumpangi memasuki daerah Cimahi, hujan turun dengan deras, sehingga jalan menjadi licin. Jalan yang licin dan berkelok tersebut tentu sangat berbahaya, mengingat di jalan tersebut juga cukup ramai kendaraan yang melintas. Hingga pada suatu tikungan, pengemudi mobil yang ditumpangi Gus Dur dan ayahnya serta seorang teman ayahnya bernama Argo Sutjipto tergelincir karena ban yang selip. Pengemudi mobil tidak dapat mengendalikan laju mobil yang tidak teratur hingga seorang pengemudi truk dari arah berlawanan yang melihat mobil berputar-putar tersebut mengehentikan truknya untuk memberi jalan. Akan tetapi, mobil yang tidak dapat dikendalikan tersebut malah menabrak bagian belakang truk yang berhenti itu sehingga kecelakaan tidak terhindarkan. KH Wahid Hasyim dan Argo Sutjipto terlempar keluar mobil dan mengalami luka berat. Gus Dur dan pengemudi mobil selamat. KH Wahid Hasyim mengalami luka serius di bagian kepala dan satu sisi dari muka dan lehernya juga mengalami memar dan pendarahan.

Ketika kondisi kritis tersebut, dimana dibutuhkan pertolongan cepat, ambulans yang diharapkan segera tiba justru malah datang tiga jam setelah kejadian, sehingga KH Wahid Hasyim dan Argo Sutjipto serta Gus Dur dipaksa menunggu di tepi jalan hingga ambulans tiba. Ambulans pun tiba tiga jam kemudian dan semua korban dibawa ke rumah sakit. Istri KH Wahid Hasyim pun tiba pada malam harinya dan menunggui suaminya bersama Gus Dur. Keesokan harinya, kondisi KH Wahid Hasyim semakin memburuk hingga tidak dapat bertahan lagi dan akhirnya meninggal dunia. Beberapa jam berikutnya, Argo Sutjipto juga meninggal dunia. KH Wahid Hasyim meninggal pada usia 38 tahun, meninggalkan Gus Dur yang baru berusia 12 tahun beserta istri dan anak-anaknya. Gus Dur muda telah menjadi saksi kematian tokoh besar bangsa yang tidak lain adalah ayahnya sendiri dan kelak kejadian tersebutlah yang membentuk Gus Dur menjadi pemimpin dan tokoh bangsa yang penuh dengan keunikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline