Lihat ke Halaman Asli

Asywida Fahmi

Engineer Freelance

Karumangsan dalam Berkarier

Diperbarui: 3 Desember 2021   01:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah dengar istilah 'sawang sinawang'?? Ya, kelakar di warung ketika salah satu temanmu memulai percakapan 'ah enak ya si Fulan, kerjanya deket rumah gaji besar, gang padhang banget lah !', sedangkan kawanmu yang lain memakai kartu sihir 'sawang sinawang' untuk menghentikan keluh kesahnya. 

Warung seperti kita ketahui, selain menyuguhkan kopi dan gorengan, sesekali juga memberikan sebutir wawasan yang bisa ditanam dalam benak setiap budak korporat yang mencari ketenangan akan jalan hidup yang telah dipilih. 

Kerap kali saya juga membandingkan nasib hidup dengan kawan seperjuangan di masa sekolah dulu. Ada yang jadi camat dan tetap terhormat. Ada juga yang jadi penjaga toko tapi tidak sembrono. 

Semuanya saya komentari dengan awalan 'kok enak ya mereka'. Saya juga kadang kerap bermonolog 'kamu goblok, temenmu sudah jadi orang, tapi kamu masih jadi relawan'. Ya, relawan proyek.

Tahun 2017 adalah yang paling berkesan. Pasalnya semasa lulus kuliah dan masih bujang, saya masih aktif di ILC (Indo Luwak Coffee). Masa dimana pencarian pengalaman, pengakuan dan kapabilitas diri. 

Bersama teman SMA, saya sering mengusung topik antara jabatan atau karier. 3 dari 4 kawan saya memilih karier yang lebih penting. Mereka masih lantang mengatakan bahwa karier adalah prioritas utama dalam bekerja untuk menghayati perjuangan 4 tahun sekolah tinggi.

Selang 1 tahun, di warung yang sama dan bangku duduk yang berbeda, selisih 2 meter dari spot diskusi tahun lalu, saya melontarkan pertanyaan yang sama. Jawaban responden yang ke 4 sungguh mencengangkan. 

Mayoritas dari mereka menyerah dari idealisme dini dan lebih memilih jabatan sekarang. Asal kerja dulu. Itulah yang mereka gaungkan sekarang. 

Transformasi berfikir ini tak lepas dari kisah nyata lagu Sarjana Muda karangan Iwan Fals. Susah mencari kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikan kita.

Pemicu utama selain susah mencari kerja yang sesuai latar belakang adalah rasa gengsi yang kerap terekspos ketika tetangga rumahmu menanyakan 'kerja dimana le?'. Seraya kita jawab 'di kota, Bulik. Ini lagi pas cuti'. 

Kepada diri kami sendiri kala itu, kami menyambut diri kami dengan selamat datang di warung kopi, dimana ketika kamu pesan kopi dan pulang siang hari, sore harinya kamu datang lagi dengan audiens yang sama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline