Jember - Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 1945 menjadi tonggak sejarah penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain peristiwa tersebut, Reformasi juga sebagai peristiwa yang paling diingat sepanjang 73 tahun negara kita merdeka. Mei 1998 silam merupakan salah bulan bersejarah bagi rakyat Indonesia. 20 tahun reformasi berjalan banyak keberhasilan yang kita capai, namun tak sedikit juga beberapa tuntutan reformasi yang belum mampu kita laksanakan dalam rangka sebagai tujuan untuk menunaikan cita-cita dari kemerdekaan.
Reformasi bukan hanya sekedar memaksa Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, namun ada beberapa agenda yang menjadi tujuan sebenarnya Reformasi. Adapun 6 tuntutan yang disuarakan seluruh lapisan elemen rakyat Indonesia saat itu :
- Penegakan Supremasi Hukum;
- Pemberantasan KKN;
- Proses Hukum Terhadap Mantan Presiden Soeharto dan Kroninya;
- Amandemen UUD NRI 1945;
- Pencabutan Dwi Fungsi TNI / Polri;
- Pemberian Otonomi Daerah.
Korupsi (Masih) Menjadi Musuh Bersama
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu semangat untuk menggulirkan Reformasi saat itu, Pemerintahan yang sentralistik dan semua kendali berada di tangan Soeharto menjadikan alasan yang sulit untuk memberantas korupsi.
Era Orde Baru bau korupsi begitu tercium, namun kekuasaan yang otoriter dan media yang terkendali membuat korupsi menguap dan sudah menjadi hal yang wajar.
Tuntutan pemberantasan korupsi saling berkaitan dengan pemberian Otonomi Daerah. "Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely" merupakan kata-kata Lord Acton yang menggambarkan era Orde Baru, kekuasaan yang sentralistik cenderung menyuburkan Korupsi, sehingga idealnya kekuasaan itu dibagi dan tidak terpusat, sehingga terwujudlah Otonomi Daerah, kewenangan pemerintah daerah yang mempunyai kuasa pengelolaan atas daerahnya.
20 tahun sudah Otonomi Daerah berjalan, namun tak semata-mata membuat rantai korupsi putus. Otonomi Daerah semakin membuat banyak Soeharto baru di daerah, korupsi menjadi desentralis dan sulit diberantas.
Permasalahan bukan pada sistem, namun integritas para pemimpin yang rendah sehingga mereka menjadi greedy untuk melakukan korupsi, terbukti dengan banyaknya kepala daerah dan anggota DPRD yang ditangkap KPK.
KPK yang merupakan anak kandung demokrasi yang lahir sebagai lembaga negara untuk memberantas korupsi pun tak mampu untuk mengatasi permasalahan korupsi yang begitu kompleks.
Agenda pemberantasan korupsi selalu menghadapi hadangan berat, seperti kita ingat hak angket terhadap KPK di tahun 2016 silam yang mendorong upaya Revisi UU KPK, namun revisi undang-undang tersebut tak kunjung terealisasi karena rentan faktor politis tapi bukan tidak mungkin Revisi UU KPK akan digulirkan kembali ketika KPK berani mengusik para koruptor.