Lihat ke Halaman Asli

Aziz Fahmi Hidayat

Santri Nusantara

Meretas Resah Lewat Sejuta Rumah

Diperbarui: 4 Oktober 2016   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perang terhadap backlog perumahan terus didengungkan pemerintah. Beragam komponen penguatan pun senantiasa diciptakan agar harapan memiliki hunian bagi rakyat Indonesia tidak lagi mimpi di siang bolong.

Masih segar dalam ingatan kita ketika satu tahun silam, pada akhir April, Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menggulirkan Program Sejuta Rumah di Semarang. Momen itu dianggap sebagai jawaban atas penantian panjang rakyat Indonesia terhadap kepastian untuk memiliki tempat tinggal yang layak dan terjangkau.

“Mulai sekarang kita berusaha bersama untuk memberikan hunian bagi rakyat Indonesia,” sebut Jokowi pada kala itu.

Kesungguhan pemerintah era Jokowi dalam merumahkan rakyat memang layak diapresiasi tinggi. Program Sejuta Rumah dinilai sebagai terobosan terkini yang hadir dengan berbagai kemudahan, fasilitas dan kesiapan lebih matang sehingga peluang untuk merumahkan rakyat terutama kalangan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) lebih terbuka lebar.

Program yang telah bergerak sejak tahun lalu ini membawa dampak cukup signifikan dalam upaya pemerintah menuntaskan pekerjaan rumah yang tidak kunjung selesai  selama kurang lebih 10 tahun terakhir ini. Tercatat, jumlah backlog hampir dipastikan tidak pernah menyusut tiap tahun, angkanya yang masih berkutat di sekitar 13 juta unit.

Namun, paska program sejuta rumah digulirkan, kabar gembira pun datang. Direktur Jenderal (Dirjen) Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) backlog hunian mengalami penurunan menjadi 11,4 juta unit pada 2015.

“Seperti kita ketahui sebelumnya, backlog rumah bertengger di angka 13,5 juta unit,” ujarnya dalam sebuah kesempatan.

Artinya jika dinominalkan, terjadi penurunan cukup drastis setelah program ini berjalan. Syarif pun menambahkan bahwa pemerintah—dalam hal ini Kementerian PUPR—sangat fokus mengawal program ini dengan tujuan besarnya, yakni terjadinya pengurangan backlog hingga sebesar 6,8 juta unit pada akhir 2019 nanti.

Untuk itu, Syarif menyampaikan bahwa tugas merumahkan masyarakat masih sangat panjang dan butuh perjuangan ekstra. Dari sisi pemerintah sebagai pemangku kepentingan utama, jelas Syarif, mereka dihadapkan pada tiga persoalan utama. Ketiga masalah tersebut adalah regulasi pertanahan, keterlibatan pemerintah daerah (Pemda), dan keterbatasan lahan.

Mengutamakan Sinergi

Setelah berjalan melewati musim perdananya tahun lalu, pemerintah telah menghabiskan anggaran sebesar Rp5,6 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dampaknya membuat bunga KPR bersubsidi menjadi hanya 5% dari yang sebelumnya 7,25% selama masa tenor kreditnya. Meski hasilnya belum terlihat maksimal dan memuaskan, Syarif menilai ada optimisme yang tumbuh sehingga tahun ini anggaran untuk program perumahan meningkat hingga mencapai Rp20 triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline