Perbedaan penentuan awal bulan hijriyah sudah sering kita alami dan sering diributkan, apalagi jika mendekati bulan ramadhan dan syawwal. Seolah ada yang kurang jika umat muslim Indonesia melaksanakan hari raya serempak dalam satu hari, inginnya selalu berbeda.
Di Indonesia, hari raya idul fitri tahun kemarin saja dilaksanakan dalam empat hari yang berbeda, Tarikat Naqsyabandiyah Padang dan Jemaah Islam Aboge di Banyumas yang hampir setiap tahun menjadi berita di media karena keputusan mereka yang selalu berbeda, ditambah lagi dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebagai dua ormas besar Indonesia pun sering berbeda.
Apa sebenarnya penyebab perbedaan itu? Dalam hal ini saya hanya akan membahas tentang perbedaan antara NU dan Muhammadiyah tanpa membahas dua kelompok lainnya, Naqsyabandiyah Padang dan Aboge Banyumas, hal itu tidak lain karena ketidak mampuan saya untuk mempelajari metode mereka berdua.
Inti dari permasalahan sebenarnya bukan terletak pada metode yang digunakan, apakah itu rukyat ataukah hisab, karena hisab pun saat ini sudah banyak digunakan bukan hanya oleh Muhammadiyah, namun di banyak kalangan. Di dalam Departemen Agama sendiri terdapat Badan Hisab dan Rukyat yang menggunakan dua metode itu, di NU juga terdapat Lajnah Falakiyah NU yang juga menggunakan dua metode tersebut, dan Persis juga memiliki Dewan Hisab dan Rukyat, ditambah dengan beberapa lembaga lain seperti BMKG dan juga LAPAN. Itu pun belum termasuk dengan organisasi, kajian, ataupun perorangan independen yang dengan kemajuan zaman saat ini praktek hisab pun sudah sangat mudah untuk dilakukan, salah satunya dengan menggunakan perangkat-perangkat lunak yang bisa diunduh secara gratis, salah satunya adalah Accurate Times, winhisab, mawaqit, dan juga Stellarium untuk memperhatikan pergerakan benda-benda langit.
Rukyat dan hisab sendiri sebenarnya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, kemungkinan rukyat bisa ditentukan dengan hisab, dan kebenaran hisab bisa ditentukan dengan rukyah. Seperti perkiraan tentang awal ramadhan tahun ini (1433 H). Sesuai hitungan yang didapatkan dari BMKG dan Accurate Times, konjungsi[1] terjadi pada tanggal 19 Juli 2012 pukul 11.24 WIB. Maka rukyah telah bisa dilakukan ketika terbenam matahari di hari yang sama. Namun kemungkinan untuk rukyah pun bisa diprediksikan dengan memprediksikan letak dan pergerakan matahari, bumi, dan bulan. Untuk kota Bandung misalnya, Matahari akan terbenam pada pukul 17.53, dengan ketinggian hilal 1003’49” di atas ufuk, umur bulan pasca konjungsi 6 jam 29 menit, dan lama hilal di atas ufuk 8 menit. Semua hal itu bisa kita dapatkan dengan mudah meskipun kita bukan ahli dalam hal ini.
Setelah melihat data di atas, maka kita menginjak kepada inti permasalahan. Letak perbedaan sesungguhnya terletak pada kriteria yang menjadi patokan masuknya awal bulan. Dalam hal ini ada dua kriteria yang digunakan, 1) Wujud Hilal, yang digunakan oleh Muhammadiyah, dan 2) Imkan Rukyat, yang digunakan oleh NU.
Wujud Hilal, yang digunakan oleh Muhammadiyah berlandaskan pada penafsiran mereka terhadap ayat 39 dan 40 dari surat Yasin.[2] Kriteria ini harus mencakupi tiga syarat: 1) Ijtimak telah terjadi, 2) terjadinya Ijtimak harus sebelum matahari terbenam, 3) Saat terbenam matahari, piringan atas bulan harus berada di atas ufuk. Dengan tiga persyaratan di atas, maka ketika ijtimak telah terjadi dan letak bulan berada di atas ufuk ketika matahari terbenam, saat itulah bulan baru telah masuk. Atas dasar itulah awal ramadhan dalam perhitungan mereka akan jatuh pada tanggal 20 Juli 2012, dan Idul Fitri kemungkinan akan jatuh pada tanggal 18 Agustus 2012.
Berbeda dengan kriteria Imkan Rukyat yang dipegang oleh NU. Mereka mengkorelasikan antara hisab dan rukyah, yaitu meneliti kemungkinan rukyah untuk dilakukan dan membuktikan dengan rukyah secara fi`li. Meskipun tiga syarat yang digunakan oleh Muhammadiyah telah terpenuhi, namun kemungkinan rukyat kecil untuk dilakukan maka belum tentu bulan baru telah datang. Dalam kasus awal ramadhan tahun ini tinggi hilal pada tanggal 19 Juli 2012 hanya satu derajat di atas ufuk, dan umur hilal pasca konjungsi masih sangat muda, sangat sulit untuk dilakukan rukyah ditambah lagi dengan kemungkinan obyek hilal yang terlihat sebesar 000’04”. Bahkan tertulis dalam Accurate Times bahwa hilal tidak akan mungkin bisa untuk dilihat meski menggunakan alat optic. Itu pun belum ditambah dengan benda langit yang bisa mengganggu penglihatan, seperti pembiasan cahaya oleh atmosfer, awan, atau planet lain. Karena kemungkinan untuk rukyat pada hari itu kecil, maka kemungkinan rukyat akan mundur satu hari, dan awal ramadhan sepertinya akan jatuh pada tanggal 21 Juli 2012.
Inilah yang terjadi terus berulang-ulang selama beberapa tahun terakhir, perbedaan penentuan karena perbedaan kriteria. Masing-masing telah memiliki dasar yang sama-sama kuat, maka tidak mudah untuk memenangkan salah satu di atas yang lainnya. Namun saya pribadi menilai bahwa perdebatan tentang hal ini hanya terjadi di kalangan atas, yaitu orang-orang yang memiliki wewenang dalam bidangnya, sedangkan kita sebagai rakyat hanya menginginkan persatuan di tubuh kaum muslim. Entah apa yang menjadi penyebab sulitnya kedua kriteria ini untuk mengalah, itu tidak terlalu bernilai. Toleransi pun menurut saya belumlah cukup, karena hari raya adalah hal yang menyangkut kehidupan bersama dengan segala sendi kehidupannya, keluarga, ekonomi, pasar hingga perhubungan.
Ditakutkan jika perbedaan penentuan hari-hari besar yang terus menerus terjadi hanya akan dijadikan bahan cemoohan oleh orang yang tidak tahu tentang islam. Lah untuk hari raya nya saja tidak bisa bersatu bagaimana dengan urusan lain??
Pastinya seluruh umat muslim di dunia khususnya di Indonesia menginginkan persatuan. Wallahu A`lam.