Lihat ke Halaman Asli

Kemarilah Sayang

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Kemarilah sayang kau kan kudekap” kata pria itu disebuah tempat kopi remang sembari mendekap kesepiannya yang perlahan dan berteriak menangis untuk kekasihnya, perlahan lelaki itu masih menenggak kopinya yang masih tersisa sedikit, dia memesan kepada barista untuk tidak dicampurkan dengan susu ataupun vanila, hanya kopi tanpa gula, tanpa pemanis apapun, karena menurutnya rindu itu tak manis, rindu itu tak enak, dia menganggap jika dia meminum kopi dengan mencampuri kopinya dengan gula berarti dia telah mengkhianati kekasih hatinya, ya begitulah lelaki itu tetap bersantai disofa disebuah tempat coffee shop yang biasa dia datangi bersama kekasih hatinya, sesekali ia bergumam bahwa kopi yang dia minum adalah kenangan masa lalu, atau sebuah nasib yang tak pernah diterima oleh takdir, ah ku kira semuanya begitu, terkadang lelaki itu menangis sembari meminum kopi terakhirnya, baginya kopi adalah seduhan yang bisa menenangkan jiwanya, hatinya, dan imajinasinya yang baru kemarin lelah, “aku ingin mencumbu bibirmu sayang” dia menuliskannya disebuah kertas lusuh untuk kemudian ditinggalkan disitu saja, rindunya yang hebat mampu dia dekam dengan emosi dari air matanya yang telah keluar.

“sekilas memang kopi adalah kehangatan kenangan yang hanya tidak bisa dinikmati oleh satu orang tapi semua orang yang bernama manusia, terkadang impianlah yang membuat kita menjadi terpacu dari dunia yang kayak iblis ini ” begitulah kata kata terakhirnya sebelum meninggalkan coffee shop itu, dia seperti seorang lelaki yang bimbang, bimbang dan tak tahu arah untuk pulang, yang hanya dia tahu bahwa dia rindu dengan kekasihnya yang berada dinegeri seberang tapi mana mungkin dia memintanya untuk pulang, seseorang tidak boleh egois dalam masalah kerinduan, tapi, setidaknya cinta berbicara dalam kondisi dan keadaan yang agak berbeda maka terimalah yang ada, keadaan yang ada, saya memperhatikan lelaki itu berjalan tak seimbang dipersimpangan jalan, ini malam memang keruh dalam peluh, saya hanya ingin membantunya untuk berdiri setelah sekian lama dia menangis dan terjatuh, cinta dan keadaan yang lain akan anda lewati hingga sekuat apapun anda melewatinya «===  ”kata saya”

sudahlah, kopi ini adalah kenanganku bersamanya dan aku akan selalu merindukannya meski aku harus seperti seorang tua bangka yang berdiri di simpang jalan, aku mencintainya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline