Lihat ke Halaman Asli

Festival Nawu Sendang

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yogyakarta tidak pernah lepas dari sebuah sejarah dan tradisi budaya yang masih di pegang dengan erat oleh warga lokal yang masih memegang tradisi terdahulu, awal terbentuk sejarah Yogyakarta berkaitan erat sekali dengan Kerajaan Mataram yang berpusat di Kota Gede yang dulu pernah di kenal sebagai Alas ( Hutan ) Mentaok , kalau misalnya semua cerita sejarah itu di susuri maka saya tidak akan ada habisnya membahas secara keseluruhan apa dan bagaimana sebuah tradisi itu berkembang di masyarakat lokal setempat. Bekas Kerajaan Mataram yang terletak di Kota Gede mempunyai sebuah situs peninggalan yang masih hidup dan di lestarikan hingga hari ini, sebuah masjid agung di halaman keraton, makam Panembahan Senopati beserta dengan para kerabat Kerajaan Mataram hingga ke pemandian yang bernama sendang seliran dan sendang lanang, prosesi nawu sendang yang kembali di adakan oleh keraton jogja di kerajaan mataram di kota gede sangat ramai di kunjungi berbagai khalayak, dari warga lokal sampai ke warga yang bukan asli kampung Kota Gedhe, prosesi atau kirab ini di gambarkan bersatunya keraton dengan masyarakat setempat serta manunggalnya Ulama dan Umaro(Pemimpin). Prosesi ini di gambarkan sebagai sejarah masuknya Agama Islam di Kota gede, keramaian pengunjung untuk mengikuti prosesi ritual nawu sendang ini sangat ramai hingga keraton padat di penuhi oleh para pengunjung dan wartawan dari berbagai media cetak dan televisi, saya pribadi yang sudah lama berada di yogyakarta baru saja mengikuti nawu sendang ini.

Pada zaman dahulu prosesi nawu sendang ini di adakan pada bulan maulid Nabi SAW dan tidak memakai kirab budaya  hanya nawu sendang seliran saja tanpa ada upacara tetapi tetap ada doanya, Namun, sejak tahun 2009 prosesi nawu sendang dilaksanakan dengan upcara kirab budaya dan selama empat tahun terakhir ini jatuh pada bulan april dan acara tersebut berlangsung di hari sabtu dan minggu. berbagai tamu menghadiri prosesi ini, mulai dari kerabat keraton Yogyakarta sampai ke bupati Kutai dari kalimantan, tradisi ini harus selalu di jaga untuk melestarikan sebuah warisan budaya agar tidak hilang karena di kikis oleh modernitas dan perkembangan dunia yang semakin maju, sebuah kebudayaan yang mesti di jaga oleh warga keraton maupun warga yogyakarta secara keseluruhan karena peninggalan - peninggalan serta tradisi budaya dan kepercayaan yang harus selalu di pelihara oleh negara dan pemerintah daerah, jangan pernah membiarkan sebuah tradisi dan kearifan lokal di kikis oleh modernitas, agar generasi selanjutnya pada akhirnya tahu sejarah Indonesia dari masa lampau hingga masa kini, masa kerajaan zaman dahulu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline