Lihat ke Halaman Asli

Romantisme "Ngepet" dan Produk-produk #3

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Ndul Hp-mu merek opo?...Hp ku merek “Samsoel sama Gedang (pisang)”…”wah keren kui kowe ndue doble HP?”…(wah keren kamu punya dua HP?). sekilas percakapan yang sering kita dengar di warung-warung atau ketemu teman lama apa lagi moment lebaran ini selalu ada seperti itu. Bahan pembicaraan umum yang selalu menghantui dan menimbulkan kecemburuan sosial sudah menjadi halal untuk di perbincangkan. Produk-produk yang selalu menjadi life style semua masyarakat menjadikan instrument dan nada-nada yang menghiasi di pertigaan,perempatan dan di depan toko-toko penjual jajanan bahkan di sekolahan-sekolahan,merubah sudut pandang cara hidup yang luar biasa dan mengalami proses tanpa batasan atau tanpa filter dan menghantam bertubi-tubi di seluruh pojokan-pojokan ruang kita. Rayuan berbagai cara untuk mengkonsumsi semua alat-alat NGEPET terpampang di mana-mana bisa di bilang inilah revolusi peradaban jaman sekarang yang tanpa seterilisasi.

Alat-alat tersebut sudah menjadi teman-teman tidur kita bisa di bilang “that thing is the second our wife”,padahal entah jenis kelaminya apa kita juga nggak tau lebih-lebih setiap detik kita selalu bersamanya. Bentuknya juga berbagai macam dan kegunaanya juga bermacam-macam dan sudah keluar dari sifat-siat fungsi aslinya. Hari demi hari kita habiskan bersama mereka-mereka, kalau tanpa mereka rasanya sudah hambar dan menjadikan kita autis dalam melakukan kegiatan setiap waktu. Ketergantungan ini sudah menjadi NGEPET-isasi melakukan sesuatu tanpa kita menguras energi dan semua terasa mudah,singkat dan instant.

Manusia sudah menjadi bahan komoditas industri-industri sehingga alat-alat yang semula untuk mempermudah kita melakukan pekerjaan menjadikan kita NGEPET secara legal alias jalan pintas untuk melakukan pekerjaan. Berbagai macam alat-alat canggih menjadi modernisasi peradaban. Yang paling esensial alat-alat tersebut menggeser sebuah kebutuhan manusia menjadi keinginan,alat tersebut menjadi barang untuk di produksi bukan untuk kebutuhan bahkan barang tersebut kehilangan nilai jual dan akhirnya di buang terus…terus…dan terus seperti itu. Di situlah terjadi penyalah gunaan produk-produk menjadi sebuah keharusan apa lagi di era sekarang “ kalau nggak punya alat-alat tersebut nggak gauuuulll…gitu loh

Pencetakan generasi-generasi manja tanpa kita sadari sudah berjalan setiap waktunya,lihat aja di sekitar kita,anak-anak kita sudah meinggalkan cara-cara oldschool untuk menjalankan sesuatu. Memang itu adalah cara cepat dan akurat tapi secara otomatis mempengaruhi cara berfikir dan prilaku “lho semua itu harus serba cepat…ini adalah era globalisasi “ pertanyanya “ UNTUK SIAPA KITA MENGERJAKN SESUATU? Dan DEMI APA KITA MELAKUKN INI SEMUA?...” lho ini kan demi kelangsungan hidup kita?..”serius neh..itu demi kelangsungan hidup kita?kita..? elo kallee…hehe” coba sadar diri untuk menelaah ini semua,apakah benar cara mengkonsumsi alat-alat tersebut sudah menjadi kebutuhan kita?sudah menempatkan sebagaimana fungsi awal tersebut?memang kita punya alat teresebut yang berbagai fiture di dalamnya untuk mempermudah kita melakukan sesuatu,tapi kenyataannya bisa kita lihat di setiap toko-toko penjual alat-alat tersebut,apa yang terjadi?

James watt lah yang menciptakan mesin-mesin NGEPET ini hehehe…coba bisa di lihat waktu bergolaknya revolusi industri,menjadikan manusia sejatinya adalah fungsi penggerak alat-alat akan tetapi sejak munculnya mesin uap tenaga manusia sudah di gantikan oleh mesin-mesin penggerak dan dampak dari itu semua adalah manusia kehilangan daya semangat juang dan menjadikan kita manja,sebenarnya sudah kodrat alam itu semua terjadi tetapi haruskah kita selalu memanjakan diri dengan alat-alat yang menjadikan NGEPET-isasi meracuni cara berfikir kita,pengkerdilan cara berfikir dan selalu mau yang instant-instant dan akhirnya kedangkalan pribadi dan karakter menjadikan kita selalu mudah menyerah dengan keadaan akhirnya menganut NGEPET-isme?

“Salam NGEPET”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline