Lihat ke Halaman Asli

Fahmi Anwar Yahya

mahasiswa universitas Gajah Mada Yogyakarta jurusan S1 Pariwisata

Lawu: Perjalanan Menembus Kabut Untuk Memeluk Langit

Diperbarui: 15 Desember 2023   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Langit mendung menemani langkah-langkahku di Gunung Lawu, gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa dan terkenal dengan gunung tersakral dan terangker. Gunung lawu berada di daerah 3 kabupaten sekaligus Ngawi, Magetan serta Karanganyar. Sinar matahari di daerah sini tidak sepenuhnya menembus awan, menciptakan sentuhan dramatis yang memeluk alam sekitarnya.  

Perjalanan ini merupakan pendakian pertamaku dan pendakianku yang berkesan. Di depanku terbentang lorong-lorong pohon pinus yang menjulang tinggi, menghadirkan aroma segar yang memenuhi hidungku. Setiap langkahku melalui rerimbunan daun kering menghasilkan suara gemerisik yang mengiringi keheningan gunung.Perjalanan ini dilakukan beberapa waktu lalu dan ini merupakan pendakian yang menantang. 

Dalam perjalanan ini aku di temani 6 temanku didampingi 1 guide serta 1 porter. Pendakian pun dimulai dan Setelah melangkah pelan di antara rerimbunan pepohonan yang rindang, tiba-tiba hadir di hadapanku: Candi Kethek, sebuah peninggalan bersejarah yang mengundang kekaguman. Aromanya membawa pesona yang tak terduga; aroma tentang kesucian tempat suci ini sudah terasa sebelum aku benar-benar melangkah ke dalam kompleks candi. Begitu masuk, bau-bau mistis menyelinap ke dalam hidungku, menciptakan aura kehadiran yang tak terlupakan.

 

Sumber: dokumentasi pribadi

Candi Kethek, dengan segala aura mistisnya, bukan hanya sekadar bangunan batu kuno. Ia adalah saksi bisu dari perjalanan waktu yang menyimpan kekayaan sejarah dan nilai-nilai spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan masa lalu. Di sinilah, aroma kesakralan masih terus hidup, mengajak setiap pengunjungnya untuk merenung, menghayati, dan menghormati warisan yang tiada taranya. Setelah itu perjalanan dilanjutkan akan tetapi 2 temanku turun karena belum siap untuk melanjutkan perjalanan karena masih pemula dan tempat yang kami singgahi berikutnya adalah Patirtaan Sapto Resi. Patirtaan ini dipercaya dapat memberikan efek awat muda dan rasa dari mata air ini sangat segar dan dapat diminum.

Sumber: dokumentasi pribadi

Perjalanan ini bukan sekadar tentang menaklukkan puncak tertinggi, tapi juga menelusuri rahasia yang tersembunyi di balik kabut yang menyelimuti. Kabut itu seperti tabir misteri yang menyembunyikan keindahan yang menunggu di baliknya. Ketika aku melangkah lebih dalam, keadaan sekitar mulai menyatu dengan indera keenamku. Kabut itu tidak hanya memberi teka-teki tentang pandangan mata, tapi juga tentang sentuhan. Udara dingin yang melingkupi kulitku seakan memanggil, memberikan sensasi dingin yang menenangkan. Dalam keheningan itu, bunyi gemericik air sungai kecil di kejauhan semakin menghidupkan alam sekitar.

Sumber: dokumentasi pribadi

Dan aku menemukan sesuatu yang mungkin jarang disadari: kehidupan kecil yang berkembang di sela-sela rerimbunan tanaman. Kumbang-kumbang kecil berseliweran di antara dedaunan, mencari tempat berlindung dari kabut yang menutupi langit. Mereka adalah bagian kecil dari kehidupan yang terus bergerak di sini, di antara keheningan yang kadang-kadang dipotong oleh suara gemerisik daun dan nyanyian burung yang tak terlihat. Mengamati lebih dekat, ada jejak-jejak kehidupan lain yang terlihat jelas saat aku menyusuri tanah yang lembab. Tanaman-tanaman kecil yang tumbuh subur di antara akar pohon memberikan gambaran tentang betapa kuatnya siklus kehidupan di gunung ini.

Sumber : dokumentasi pribadi

Perjalanan ini tidak hanya tentang keindahan alam yang spektakuler. Ini tentang menyatu dengan alam dalam cara yang jarang diperhatikan. Ada kehidupan, keindahan, dan ketenangan yang tersembunyi di balik kabut, menanti mereka yang mau merasakannya dengan hati yang terbuka. Itulah rahasia Gunung Lawu yang mungkin tak semua orang tahu.


Sumber: dokumentasi pribadi

Selama perjalanan juga kami ber 6 tidak sendiri, kami bertemu dengan pendaki lain yang sedang turun dan beristirahat. Kehangatan dan keakraban seperti saudara sendiri yang sudah lama tak bertemu. Tempat yang saya gunakan untuk beristirahat memang terdapat warung kecil yang dijaga oleh sepasang suami istri. Keramahan mereka ketika menyambut rombonganku membuat aku teringat saat kakek dan nenek saat menyambutku waktu hari raya.

 

Sumber : dokumentasi pribadi

Perjalanan yang memacu adrenalin itu membawa kami ke puncak tertinggi Gunung Lawu, 3.118 Mdpl. Namun, keberhasilan ini tak terwujud tanpa bantuan teman-teman, pemandu, dan semua yang turut serta. Sebelum menaklukkan puncak, kami menikmati sarapan di warung legendaris, Warung Mbok Yem, di kawasan puncak yang menghidangkan kenikmatan luar biasa. Dari puncak, kami turun dengan selamat, disambut oleh kabut tebal yang menyelimuti Cemoro Kandang, Jawa Timur. Setiap langkah, setiap detik, meninggalkan cerita yang tak terlupakan, mengukir kenangan indah yang akan terus membekas dalam ingatan kami. Terimakasih Lawu.

 

Sumber: dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline