Lihat ke Halaman Asli

fahmi anas

Just Do it

Fenomena Konsumerisme Masyarakat Indonesia: Pendekatan Globalisasi

Diperbarui: 25 Mei 2021   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengaruh globalisasi terhadap budaya konsumerisme. | pexels

Indonesia saat ini berhasil di kuasai oleh globalisasi. salah satu contohnya adalah budaya lama yang semakin lama semakin hilang, sehingga muncul budaya baru, budaya konsumerisme atau perilaku konsumtif. 

Globalisasi berasal dari negara barat, begitu juga konsumerisme dan sifat konsumtif. Konsumerisme di Indonesia telah berkembang dengan pesat sejak era globalisasi ada. Konsumerisme ada karena memenuhi tuntutan gaya hidup. Masyarakat dari beragam usia terjangkit meski kapasitasnya berbeda.

Ritzer menyatakan globalisasi adalah bukan apa-apa. Yang dimaksud Ritzer Nothing adalah bentuk yang dibayangkan dan di kontrol secara sentral yang (sebagian besar) kosong dari si yang distingtif. 

Baca jugaMinimalis: Lawan Setimpal bagi Gaya Hidup Konsumerisme

Sebalinya sesuatu (something didefinisikan sebagai bentuk yang dibayangkan dan dikontrol secara indigenous yang (sebagaian besar) kaya dalam isi distingtif. Jadi adalah lebih mudah untuk mengekspor bentuk-bentuk kosong keseluruh dunia dari pada mengekspor bentuk-bentuk yang penuh dengan isi (sesuatu atau something). 

Seperti yang banyak kita jumpai saat ini, maraknya mall di kota-kota besar juga menjadi magnet untuk mendekatnya masyarakat dengan budaya konsumerisme, terutama para remaja. Hal itu berdampak pada sikap remaja yang senang menghamburkan uang untuk kebutuhan yang tidak penting dan terus menerus tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki. 

Tidak hanya mall yang tersebar di indonesia, kartu kredit dan ATM merupakan salah satu bentuk dari globalisasi yang mengakibatkan adanya budaya konsumerisme.

Konsumerisme merupakan salah satu dampak dari globalisasi yang ditandai dengan ATM, kartu kredit dan Mall yang sudah tersebar dan dapat di nikmati keberadaannya oleh masyarakat. Dengan adanya mall akan mempermudah masyarakat untuk memilih dan mencari kebutuhannya secara lengkap disana, begitu juga dengan adanya ATM dan kartu kredit, masyarakat akan dapat mempermudah proses transaksi. 

Jadi, argumen dasarnya adalah bahwa globalisasi membawa penyebaran nothingness ke seluruh dunia. Secara lebih spesifik kita menyaksikan proliferasi global menuju nothing, yang dicirikan oleh konsepsi dan kontrol terpusat, kurangnya isi yang distingtif, generik, kurangnya ikatan lokal, time-lessness, dehumanisasi dan kekecewaan. 

Tentu saja hal-hal yang cenderung menjadi something juga diglobalkan tetapi pada tingkat yang lebih rendah, sedangkan barang-barang yang mahal lebih menjadi nothing.

Baca jugaHubungan Antara Fenomena Disruption dengan Perilaku Konsumerisme di Abad 21

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline