Di setiap sudut persimpanganlampu merah jogja, lumrah sekali melihat sekumpulan bocah kecil yang berlari-larike depan pengendara kendaraan bermotor, apa saja mereka lakukan setidaknyauntuk meminta iba. Sementara mereka sibuk kesana-kemari, tepat dibawah menarajembatan layang janti, seorang ibu muda dengan kain seadanya, dan berbajukucel, sangat kucel, menggendong sesosok bayi, mungkin baru berusia 3 – 6 bulan.Entah diberi makan apa tu bayi.
Sering melintas pertanyaan tentangnya,siapakah mereka, dimana orangtuanya, bagaiman masa depannya, akankah ibu mudayang kucel itu akan mendidik bayi itu menjadi seperti kumpulan bocah-bocah dipersimpangan lampu merah itu. Pertanyaan yang bocah-bocah kecil itupun tak tahuharus menjawab apa.
Berdiri langsung menatap mata bocah-bocah ini sangat mengirishati, ada setitik api yang membakar hati. Kenapa saya tak bergeming menatapkondisi seperti ini, saya takut hati ini sudah mati, ya. Mati.
Berdiri langsung menatap mata bocah-bocah ini sangat mengirishati, ada setitik api yang membakar hati. Kenapa kita masih bisa tertawa kesanakemari, yang konon mahasiswa tapi kerjaannya hura-hura, sementara dipersimpangan lampu merah ini seonggok masa depan bocah-bocah kecil harusdipertaruhkan hanya demi sesuap nasi.
Berdiri langsung menatap mata bocah-bocah ini sangat mengirishati, ada setitik api yang membakar hati.
Percuma kita merdeka. Saya yakinBung Tomo dan sederet orang yang rela mati demi kemerdekaan bangsa ini akankecewa melihat hasil jerih payah mereka saat ini. Disaat kemerdekaan tak mampumemberi solusi pasti, usaha maksimalnya hanya bisa menghasilkan peraturan yangmelarang memberi sedikit saja uang pada bocah-bocah kecil ini. Disaatkemerdekaan tak bisa memberi sedikit saja harapan pada ribuan ibu muda yangsetiap hari menangis karena khawatir besok Ia dan bayinya akan makan apa.
Tak terasa 65 tahun sudah kitamerdeka. Tapi, kenapa kita tak kunjung dewasa.
Ini bukan permasalahan negarasemata. Bukan juga tentang saya, anda ataupun mereka, ini tentang Kita, BangsaIndonesia.
Persimpangan Janti, 16Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H