Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak bisa dilepaskan dari dua landasan fundamental yang membentuk karakternya, yaitu keindonesiaan dan keislaman. Keduanya menjadi ruh perjuangan yang menjadikan kader HMI sebagai "kader umat dan bangsa." Hal ini terlihat jelas dari rumusan tujuan organisasi yang menekankan pentingnya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta menegakkan ajaran Islam. Dalam konteks ini, HMI memiliki posisi strategis sebagai gerakan mahasiswa Islam yang tidak hanya religius, tetapi juga nasionalis.
Dalam menjalankan misinya, HMI telah merumuskan berbagai doktrin perjuangan yang disebut sebagai Mission HMI. Doktrin ini tidak hanya tercantum dalam Anggaran Dasar HMI, tetapi juga dipertegas dalam beberapa naskah penting seperti Tafsir Tujuan HMI, Tafsir Independensi HMI, dan Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI.
Namun, penting untuk menyoroti bagaimana Mission HMI tetap relevan di tengah tantangan zaman. Seiring perubahan sosial dan politik yang terus berkembang, HMI dihadapkan pada tugas berat untuk menjawab kebutuhan bangsa dan umat Islam. Landasan keislaman yang diajarkan organisasi ini bukan hanya sekadar dogma, tetapi juga pedoman moral dalam berperan aktif memajukan masyarakat. Hal ini menggarisbawahi keharusan kader HMI untuk menjadi intelektual yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika ditinjau dari konteks kebangsaan/keindonesiaan, HMI memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak kader-kader yang berintegritas, memiliki wawasan luas, serta mampu berperan aktif dalam menjawab tantangan bangsa. Mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) harus berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan sosial, politik, ekonomi, dan budaya. HMI, sebagai organisasi kader, berperan penting dalam membentuk insan akademis yang kritis dan solutif terhadap persoalan bangsa.
Di sisi lain, dari perspektif keumatan/keislaman, HMI harus mampu menjadi penjaga moral dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. HMI tidak boleh hanya menjadi organisasi formalitas, tetapi harus terus bergerak dalam upaya dakwah intelektual yang konstruktif dan mencerahkan. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) harus diterjemahkan dalam gerakan nyata yang memberikan manfaat bagi umat.
Dalam pandangan saya, Mission HMI memiliki relevansi tinggi untuk menjawab persoalan bangsa dan umat Islam, khususnya di masa kini. HMI mampu mengintegrasikan pemikiran keislaman dengan keindonesiaan, sebuah kombinasi yang penting dalam menjaga harmoni sosial di tengah keberagaman. Komitmen kader terhadap kedua nilai ini seharusnya tidak hanya menjadi wacana, melainkan juga diwujudkan dalam tindakan nyata. Gerakan normatif-reedukatif yang dijadikan strategi perubahan sosial oleh HMI merupakan langkah efektif untuk merekonstruksi paradigma masyarakat secara perlahan tetapi berkelanjutan.
Namun, tantangan yang dihadapi HMI tidaklah ringan. Sebagai organisasi mahasiswa, HMI harus mampu mempertahankan independensinya di tengah tarik-menarik kepentingan politik dan ideologi. Selain itu, keberadaan HMI juga harus tetap relevan dengan kebutuhan generasi muda yang semakin dinamis dan kritis. Oleh karena itu, proses perkaderan HMI perlu diperkuat dengan inovasi metode pendidikan yang tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga aplikatif dan responsif terhadap perkembangan zaman dengan mengandalkan teknologi digital.
HMI juga dihadapkan pada tugas besar untuk memastikan bahwa bonus demografi yang dimiliki Indonesia tidak menjadi beban, melainkan peluang untuk memperbaiki kualitas bangsa. Dalam hal ini, misi HMI untuk mencetak insan akademis yang bernapaskan Islam menjadi sangat penting. Kader HMI diharapkan menjadi agen perubahan yang membawa manfaat bagi bangsa, baik melalui kontribusi di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, maupun politik.
Sebagai Muslim-Nasionalis, kader HMI memiliki tanggung jawab moral untuk menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Hal ini hanya dapat terwujud jika HMI dan kader-kadernya konsisten dalam menghayati nilai-nilai Islam dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah pentingnya kesadaran bahwa perjuangan HMI tidak hanya terbatas pada ruang diskusi, tetapi juga harus berdampak nyata bagi masyarakat.
Kesimpulan: HMI sebagai Pilar Kebangsaan dan Keumatan