Dalam dunia anak bermain adalah hal yang sangat penting. Hari-harinya akan penuh dengan angan permainan, bahkan sesekali mereka sudah merencanakan akan melakukan apa esok hari sehingga sudah mempersiapkan semua yang mereka butuhkan sebelum esok hari.
Dengan melakukan permainan anak akan mudah mengekspresikan apa yang mereka mau. Pada masa usia dini anak akan melakukan apapun yang mereka inginkan. Salah satu alasannya adalah karena mereka selalu ingin tahu. Mereka ingin mengetahui segala hal, baik dari hal kecil hingga suatu hal yang besar.
Action yang anak-anak kita lakukan adalah bentuk responnya terhadap lingkungan yang berada di sekitar mereka. Dengan action atau ekspresi yang anak kita lakukan berarti mereka sudah memiliki respon yang cukup baik dengan lingkungannya. Biasanya mereka akan melakukan apa yang mereka mau dengan dibubuhi bahasa perkataan yang mereka pikirkan. Sayang, tidak jarang kita juga menemui anak yang memiliki keterbatasan akan hal ini.
Saya yakin semua orang pasti pernah menemui atau melihat seseorang bahkan anak kecil yang masih dalam golongan usia dini dengan ketergangguan cara menyampaikan atau mengkomunikasikan pemikiran mereka. Ya, termasuk saya.
Beberapa minggu yang lalu saya mendapat amanah untuk mengajar di salah satu tempat pendidikan Al-Qur'an yang lumayan jauh dari tempat saya. Saya menerima tawaran tersebut karena belum banyak guru yang ingin mengajar disana.
Memang pengalaman saya dalam dunia mengajar belum banyak namun setidaknya saya sedikit mempelajari tentang karakter anak dalam jangka 5 tahun lalu saat saya juga mengajar di TPQ dekat rumah. Saya faham setiap anak memiliki sifat dan karakter yang berbeda namun dalam kaca pendidikan atau dalam sebuah lembaga pendidikan guru dituntut untuk menyamaratakan apapun yang dilakukan kepada muridnya "Sesuai dengan kapasitas perlakuan yang bisa dilakukan kepada masing-masing anak"
Ditengah-tengah mereka saya mendapati sosok gadis kecil berumur belum lima tahun dengan antusias menyapa saya yang tengah mengajar anak yang lain dengan mengulurkan buku penilaian mengajinya kepada saya. Dengan senyum melebar saya menerima diikuti dengan ucapan terima kasih. Entah apa jawaban yang ia ucapkan namun hal itu sedikit membuat saya bingung. Ia berbalik arah menuju dimana mamanya duduk.
Lama menunggu giliran, akhirnya nama "Nindy" terucap dari mulut saya dengan nada yang lantang. Anak yang saya maksut tadi maju dengan membawa kitab bil qolam jilid satunya. "Nindy ya ?" tanya saya dengan tersenyum renyah "Tadi main ngaji sambil bola ustadzah"
Mendengar jawabannya saya hanya bisa melongo dan mencerna apa maksut dari jawaban tersebut. Tak banyak berfikir saya akhirnya menyuruhnya untuk mengikuti apa yang saya ucapkan. Alih-alih mengikuti, si kecil Nindy malah menjabarkan sesuatu yang sama sekali tidak saya mengerti bahkan anak-anak yang lainpun hanya bisa menatapnya dengan wajah penuh kebingungan.
Sedikit cerita saya tersebut merupakan contoh anak dengan ketergangguan bahasa, dimana ia tidak bisa memberikan informasi terkait apa yang ia fikirkan. Biasanya hal ini disebut dengan gangguan bahasa ekspresif, dimana yang mengalami tidak bisa mengekspresikan keinginannya.
Bahasa ekspresif ini penting bagi semua orang termasuk anak-anak, contohnya :
- Anak akan bisa mengekspresikan apa yang ia mau.
- Kita akan bisa mengetahui apa pemikiran dan gagasan yang mereka punya.
- Anak akan bisa memberikan masukan atau bahkan mendebat apa yang menjadi.
- Sudut pandangnya saat melihat sesuatu.
- Dapat mengembangkan bahasa tulisan pada anak.