Gelaran pesta demokrasi tinggal hitungan hari, tidak sampai sebulan lagi. Pesta demokrasi kali ini terasa berbeda dari sebelum-sebelumnya. Pasca bergulirnya reformasi, baru kali ini pemilihan presiden (pilpres) dibarengkan dengan pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan anggota DPD RI.
Ingar bingar masyarakat menyambut momen lima tahunan ini tidak hanya muncul pada obrolan santai di kedai kopi, tapi bahkan telah sampai pada fase adu argumen dan perang opini di media sosial.
Dibalik euforia masyarakat menghadapi momen pilpres dan pileg ini, sejatinya ada yang luput dari perhatian kita, yaitu bahwasanya gelaran pilpres dan pileg ini memberikan dampak positif bagi menggeliatnya perekonomian negeri ini. Ini sekaligus menjadi jawaban atas pendapat sebagian kalangan yang beranggapan bahwa pelaksanaan pilpres dan pileg ini menghambur-hamburkan uang negara yang terkesan tidak memberikan manfaat ekonomi sedikitpun.
Perlu dipahami bersama, bahwasanya biaya terkait pelaksanaan pesta demokrasi ini tidak hanya berasal dari uang negara yang bersumber dari APBN, tapi juga dari para caleg DPR RI, DPRD maupun calon anggota DPD RI. Tidak menutup kemungkinan, biaya yang lebih besar justru berasal dari kantong pribadi para caleg.
Nominal Biaya
Tercatat anggaran sebesar 24,8 triliun rupiah digelontorkan dari APBN untuk menyelenggarakan pesta demokrasi ini. Angka ini meningkat 700 miliar rupiah dari biaya serupa pada pilpres dan pileg pada tahun 2014. Besaran anggaran sebesar itu dialokasikan kepada lembaga/institusi penyelenggara dan pendukung pelaksanaan pilpres dan pileg yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Konstitusi (MK), Kementerian Pertahanan, dan Kepolisian RI (Polri).
Anggaran sebesar 24,8 triliun tersebut, oleh lembaga/institusi yang telah disebutkan tadi, akan dibelanjakan dan bentuk barang dan jasa. Sampai di sini saja sudah memberikan gambaran jelas bahwa penyelenggaran pilpres dan pileg ini telah memberikan dampak positif bagi perekonomian, karena terjadi transaksi ekonomi antara institusi/lembaga penyelenggara pemilu dengan penyedia barang dan jasa.
Fakta lain yang memberikan gambaran efek positif bagi perekonomian berasal dari pileg. Pileg kali ini akan memperebutkan 575 kursi legislatif untuk DPR RI dan 19.817 DPRD dan juga 136 anggota DPD RI. Tentu saja calon yang mendaftar sebagai anggota legislatif dan DPD RI melebihi kuota yang tersedia. Sebutlah untuk tiap kursi DPR RI diperebutkan oleh 5 (lima) caleg saja, maka akan ada 2.875 caleg yang berkompetisi memperebutkan kursi ke senayan.
Sebuah lembaga riset, Prajna Research Indonesia merilis hasil surveynya yang menyebut besaran biaya yang harus disiapkan oleh para caleg ketika ingin maju sebagai wakil rakyat. Untuk caleg DPR RI, berada pada kisaran 1-2 miliar rupiah. Itupun dinilai masih minim sekali, bahkan bisa lebih dari itu. Katakan sebesar 2 miliar rupiah, maka akan ada total 5,75 triliun rupiah yang digelontorkan para caleg. Secara agregat, tentu ini bukan nominal yang sedikit.
Lebih fantastis lagi nominal yang digelontorkan para caleg DPRD, dengan asumsi tiap kursi juga diperebutkan oleh 5 caleg saja, maka akan ada 99.085 caleg yang berkompetisi. Dan masih menurut Prajna Research Indonesia, biaya pencalonan berada pada kisaran 250 juta -- 1 miliar rupiah. Jika diambil nilai 500 juta rupiah sebagai nilai biaya pencalonan, maka total nominalnya mencapai 49,5 triliun rupiah.
Jika digabungkan, total nominal biaya pencalonan DPR RI dan DPRD 55,25 triliun rupiah. Belum termasuk biaya yang dikeluarkan oleh para calon anggota DPD RI. Tentu angka tersebut angka perkiraan, bahkan bisa lebih dari itu, sebagaimana disampaikan Sofyan Herbowo, Direktur Prajna Research Indonesia. Angka temuan riset Prajna Research Indonesia tersebut merupakan perkiraan biaya pencalonan pada pileg 2014. Jika dikonversi menjadi biaya pencalonan pada tahun 2018-2019 ini, tentu angkanya telah membengkak karena adanya inflasi selama kurun waktu 2015-2019.
Inflasi yang dirilis oleh BPS RI memperlihatkan bahwa pada kurun waktu 2015-2018 masing-masing sebesar 3,35 persen; 3,02 persen; 3,61 persen; dan 3,13 persen. Dengan besaran inflasi tersebut, maka biaya yang digelontorkan oleh para caleg akan membengkak menjadi 62,86 triliun rupiah pada 2018. Dan akan menjadi 63,01 triliun rupiah sampai dengan Februari 2019, karena inflasi kalender selama 2019 telah mencapai 0,24 persen. Jika digabungkan dengan biaya yang digelontorkan dari APBN sebesar 24,8 triliun rupiah, maka total biaya selama pilpres dan pileg mencapai 87,66 triliun rupiah. Setara dengan besaran APBD DKI tahun 2019 yang mencapai 89,08 triliun rupiah. Tentu ini bukan angka yang sedikit dan dampak ekonomi yang ditimbulkan tidak pula sedikit.