Televisi merupakan salah satu media massa yang memiliki berbagai fungsi, termasuk sebagai sumber informasi maupun hanya sekedar sebagai hiburan. Televisi juga merupakan media massa yang saat ini masih banyak digemari dari berbagai kalangan. Karena televisi sendiri menyediakan berbagai macam acara, berita dan hiburan untuk masyarakat. Dengan banyaknya macam acara yang ada, masyarakat bisa memilih sendiri mana yang akan dia tonton. Dan hal ini juga dapat menyebabkan pola pikir masyarakat tergantung dengan apa yang dilihatnya di televisi. Maka dari itu penting sekali setiap acara di televisi untuk memperhatikan kode etik yang telah diberlakukan oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).
Program siaran televisi menurut P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran) adalah program yang berisi pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, suara dan gambar, atau yang berbentuk grafis atau karakter, baik yang bersifat interaktif atau tidak, yang disiarkan oleh lembaga penyiaran.
Indonesia's Next Top Model merupakan salah satu program siaran yang disiarkan oleh lembaga penyiaran yaitu televisi. Acara ini merupakan program yang diadaptasi dari program luar negri yaitu America's Next Top Model. Dalam program ini peserta bersaing menunjukan bakat dan kemampuan mereka untuk mendapatkan gelar Indonesia's Next Top Model dan berkesempatan untuk memulai karier mereka di dunia modeling.
Dalam satu kesempatan yaitu pada babak 5 besar, peserta bernama Ilene (23) menjelaskan bahwasanya dia sempat mengalami stress karena berat badannya saat baru lulus SMA yang naik, padahal dia berkeinginan untuk menjadi model. Karena sirklenya di dunia modeling, memiliki berat badan lebih menjadikannya sebagai objek bullying. Karena itu, Ilene (23) berusaha mengikuti program diet dengan berbagai cara namun dietnya tetap tidak membuahkan hasil. Hingga dia memutuskan untuk ke Psikiater dan terdiagnosa sebagai eating disorder (gangguan pada pola makan secara berlebih). Namun yang membuat penulis meng-highlight tayangan pada episode tersebut ialah respon para juri saat Ilene (23) menceritakan penyakit depresinya saat itu. Yaitu, mereka seolah menganggap bahwasanya apa yang dialami Ilene juga dialami oleh banyak orang lainnya termasuk juri tersebut. Setelah acara tersebut tayang, banyak psikolog/psikiater menyayangkan hal tersebut keluar dari mulut para juri.
Jika melihat terhadap P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran) hal tersebut tidak sesuai dengan etika yang ada pada Pasal 4 yaitu menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dimana disitu terlihat bahwasanya dengan mengentengkan apa yang telah dialami Ilene (23) juri tidak menghargai hak tersebut. Juga untuk menceritakan penyakit mental yang dialami seseorang merupakan sebuah keberanian besar, mengingat hal tersebut juga merupakan privasinya.
Ini perlu menjadi catatan bagi pihak penyelenggara agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Karena hal tersebut juga dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat mengenai kesehatan mental. Yang mana hal tersebut selalu diusahakn oleh para psikiater/psikolog agar mental health menjadi bagian dari awas masyarakat.
Fahimatul Husna Tsalitsa, mahasiswi Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H