Lihat ke Halaman Asli

Fani Tafia

Pejuang melawan kebodohan

Dibalik Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Diperbarui: 22 Februari 2018   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin merupakan salah satu novel karangan Tere Liye. Novel ini mengisahkan tentang seorang pengamen jalanan bernama Tania yang bertemu dengan seorang pemuda bernama Danar. Bagi Tania, Danar adalah seorang malaikat yang dikirim oleh Tuhan untuk  menolong keluarganya keluar dari jurang kesusahan. 

Seiring berjalannya waktu dan lika-liku kehidupan yang dialami, Tania ternyata menaruh perasaan kepada Danar, begitupun sebaliknya. Namun, kisah mereka tidak berjalan lancar. Di akhir cerita, Danar memilih untuk menikah dengan wanita lain bernama Ratna yang tidak lain adalah sahabatnya sejak lama. Meskipun demikian, Tania memilih untuk melanjutkan hidupnya terlepas dari keterpurukan yang ia alami.

Di dalam novel ini, ada beberapa bagian yang mengisahkan tentang kehidupan akademik dan sosial Tania. Namun, hampir seluruh isi buku menceritakan tentang kisah asmara Tania dan Danar. Dari kisah mereka berdua kita dapat mengambil kesimpulan dari sang tokoh utama (Tania) bahwa mencintai tidak harus memiliki. Hal ini ditunjukkan oleh penulis di halaman 139 (Pdf) dia menulis "Cinta tak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini.

Dia memang amat sempurna. Tabiatnya, kebaikannya, semuanya. Tetapi dia tidak sempurna". Secara tidak langsung, novel yang ditulis Tere Liye ini bertemakan percintaan khususnya "mencintai tidak harus memiliki". Sangat tragis memang, namun inilah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui karya nya. Di lain sisi, penulis juga ingin menyampaikan bahwa cinta tidak memandang usia. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan usia antara Danar dan Tania yang sangat jauh.

Peristiwa demi peristiwa di novel ini dirangkai dan tulis dengan cara yang unik nan rapi oleh sang penulis. Hal ini dikarenakan sang penulis menggunakan alur maju mundur. Pada awal cerita kita menjumpai Tania yang sedang berada di sebuah toko buku. Pada beberapa kalimat setelahnya, pembaca akan dibawa ke kejadian pada masa lalu Tania, misalnya masa kecil Tania. Tidak lama kemudian, pembaca akan dibawa ke masa depan dengan transisi yang sangat halus. "Tetapi kalau secara sederhana menggunakan Bahasa Indonesia, bukankah itu hanya berarti Te... man?" Anne  menyeringai. Kesulitan menyebutkan kata "teman" barusan. Aku melemparnya dengan guling. Ah, mungkin Anne benar. 

Akulah yang berlebihan menanggapi hadiah itu. Sepertinya fotokopian yang sedang ditunggu mahasiswa yang duduk di kursi putar tinggi seberang jalan sudah selesai. Mahasiswa itu berdiri merogoh saku, membayar. Menerima sebungkus plastic besar.  Kemudian beranjak berdiri. Tiba di  depan gerai fotokopian, berdiri termangu. Hujan lebat, bagaimana pula mahasiswa itu hendak ke mana." Kutipan halaman 57 Pdf. 

Dari kutipan tersebut bisa dilihat bahwa penulis baru saja menceritakan kejadian pada dua masa yang berbeda. Pertama adalah saat ia melempar guling. Itu dilakukan oleh Tania di Singapura. Kedua, gerai fotokopian di sini adalah gerai di depan toko buku yang sering dikunjungi Danar dan Tania di Indonesia. Ini membuktikan bahwa penulis menggunakan alur maju mundur.

Dalam novel ini, tahap perkenalan diisi dengan kisah masa kecil Tania dan Dede saat menjadi pengamen jalanan. Hal ini dapat dilihat pada "Susah mengamen kalau penumpangnya saja sudah terlalu berdesakan). Saingan pengamen lain di rute itu juga tidak terlalu banyak." Kutipan ini ada pada halaman 12 Pdf. Kemudian untuk rangsangan peristiwa nya, dapat dilihat saat Tania bertemu dengan Danar di dalam sebuah bus malam, "Aku ingat sekali saat menatap mukanya untuk pertama kali. 

Dia tersenyum hangat  menenteramkan. Mukanya amat menyenangkan." Halaman 11 Pdf. Mulai dari malam itu sedikit demi sedikit kehidupan Tania mulai berubah menjadi lebih baik. Juga, seiring hari berlalu perasaan suka kepda Danar mulai muncul. Tegangan muncul saat Tania dipertemukan dengan Ratna yang tidak lain adalah teman dekat Danar pada saat itu. 

Konflik batin yang timbul dalam hatinya membuat benih-benih ketidaksukaannya muncul terhadap Ratna. Tania yang merasa tempatnya telah diambil oleh Ratna merasa tidak suka akan semua itu, " Seketika hati kecilku tidak terima. Sakit hati! Bukankah selama ini kalau kami pergi entah ke mana, akulah yang lengannya digenggam? Akulah yang pundaknya dipegang? Akulah yang kepalanya diusap. Itu jelas-jelas posisiku!" kutipan halaman 20 Pdf. 

Tikaian muncul saat Tania mendapat berita bahwa Danar akan menikah dengan Ratna. Hal ini tentu saja membuat Tania merasakan sakit yang teramat dalam, "Dan aku langsung merasakan jalur jalan pecinan yang merah menyala itu gelap seketika. Ekor barongsai itu seperti sedang melilitku, membuatku susah bernapas." Kutipan halaman 70 Pdf.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline