"..untuk mewujudkan fungsi Kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan, diperlukan upaya penataan dan pengembangan Kawasan Pantai Utara melalui reklamasi pantai utara dan sekaligus menata ulang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu."
— Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1995 Tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Jakarta —Ibu Kota negara yang tidak pernah luput dari incaran investor bidang properti ini menjadi sorotan media salah satunya karena proyek reklamasi yang digadang-gadang oleh mantan gubernur Basuki (Ahok) Tjahaja Purnama. Semenjak ditetapkannya Keputusan Presiden RI No. 52 Tahun 1995 seperti dalam kutipan di atas, polemik reklamasi Teluk Jakarta masih berlangsung hingga saat ini.
Evi Mariani, jurnalis The Jakarta Post, merunutkan kronologi polemik ini yang berawal dari cita-cita Presiden ke-2 RI untuk membuat Kawasan Andalan di Pantai Utara Jakarta pada tahun 1995, hingga pada tahun 2016 hasil gugatan dari nelayan Jakarta Utara terhadap PT Muara Wisesa Samudra dan Pemerintah DKI Jakarta menghasilkan putusan hakim bahwa proyek reklamasi yang tengah berlangsung ini melanggar hukum.
Reklamasi Pantai Utara Jakarta bertujuan salah satunya untuk menata kembali kawasan dengan cara membangun untuk menata kembali kawasan pantai dan menjadikan Jakarta sebagai kota pantai (waterfront city). Dengan demikian, diharapkan Pemerintah DKI Jakarta dan pengembang akan sama-sama memperoleh untung dari proyek pengembangan kawasan ini.
Selain itu, proyek ini juga membuka peluang bagi pengembang-pengembang bisnis properti untuk mendirikan bangunan-banguan megah seperti apartemen, hotel, dan perkantoran yang dapat disewakan kepada warga dan/atau orang asing yang memiliki kegiatan di ibu kota untuk tinggal di pulau-pulau reklamasi ini. Tawaran utama yang diberikan sederhana, yaitu akses menuju lokasi kegiatan (misalnya bekerja atau sekolah) yang lebih praktis bila ditempuh dari kawasan ini menuju pusat kota.
Aksesibilitas dan risiko darurat
Dalam desain master plan The Great Garuda—National Capital Integrated Coastal Development (NCICD)— dapat dilihat bahwa pulau-pulau buatan seperti pada gambar dibuat terpisah satu sama lain. Untuk menghubungkan aksesnya, maka dibangun jembatan-jembatan penghubung antar pulau menuju pulau utama (Pulau Jawa). Salah satu jembatan penghubung yang sudah selesai dibangun dan dapat dilewati ialah jembatan yang menghubungkan Pulau G dan kawasan Pluit, Jakarta Utara.
Akses satu kanal melalui jembatan penyebrangan ini akan menyulitkan ketika situasi darurat, mengingat morfologi pesisir utara Jakarta yang sudah di bawah permukaan laut dan curah hujan yang tinggi ketika musim penghujan. Ditambah lagi apabila terjadi gelombang pasang yang cukup tinggi, sehingga penghuni pulau-pulau buatan tersebut harus mengungsi, maka lalu lintas jembatan penghubung tersebut akan sangat padat sehingga berisiko lebih besar apa bila terjadi bencana.
Dibangun untuk siapa?