Sebuah ramalan yang diucapkan Buddha Sakyamuni (Siddhartha Gautama) mengatakan bahwa akan hadir seorang penguasa dunia atau Chakravartin perempuan yang akan memerintah Jambudvipa sebagai reinkarnasi Vimalaprabha. Ramalan tersebut terekam dalam Mahameghasutra (di Cina dikenal sebagai "Dayun jing", dan oleh sejarawan hari ini dikenal dengan sebutan "The Great Cloud Sutra").
Dalam agama di India, sebutan chakravartin diperuntukkan bagi seorang penakluk dan penguasa dunia ideal, yang memerintah secara etis dan penuh belas kasihan atas seluruh dunia.
Sang Buddha meramalkan bahwa chakravartin tersebut adalah reinkarnasi Devi Vimalaprabha (yakni salah satu murid perempuan Buddha), dikenal dengan nama lain Devi Jingguang atau juga Yueguang tongzi.
Terkait hal ini, sebuah interpolasi apokrif dalam ratnameghasutra, mengatakan bahwa Yueguang dinubuatkan akan dilahirkan kembali di negara China sebagai penguasa wanita yang kuat, yang akan memberkati rakyatnya dengan kebijaksanaan dan kebaikannya, dan membuat Agama Buddha berkembang baik secara spiritual maupun material. Setelah pemerintahan yang panjang dan damai dia akan dilahirkan kembali di surga Tusita dan bergabung dengan Maitreya.
Perikop kitab suci Tiongkok yang dianggap paling awal membahas tentang Bodhisatvva Yueguang Tongzi, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa sang Bodhisatvva akan hadir di Cina, dikutip dalam buku "Leyden Studies in Sinology" berikut ini kutipan tersebut...
Sang Buddha mengatakan kepada Ananda bahwa: "Seribu tahun setelah Parinirvana (kematian) saya, ketika ajaran suci segera akan terputus, saat itulah Yueguang tongzi akan muncul di Cina untuk menjadi penguasa suci. Dia akan memperoleh Doktrin kanonik saya dan dengan hebat menghidupkan kembali transformasi keagamaan. Penduduk China serta negara-negara perbatasannya - yaitu penduduk Lob Nor, Udyana, Kucha, Kashgar, Ferghana dan Khotan, dan bahkan para Qiang caitiff dan kaum barbar Yi dan Di - semua akan memuliakan Sang Buddha dan mematuhi Ajarannya, dan di mana - mana (orang) akan menjadi bhiksu"
Interpolasi kedua yang ditemukan dalam versi Narendrayasas (diperkirakan ditulis sekitar tahun 583), bahkan lebih spesifik:
"Di masa yang akan datang, di era akhir Ajaran, di negara Sui (Great Sui) di benua Jambudvpa, ia akan menjadi raja besar Daxing, yang akan mampu membuat semua makhluk di negara Sui memiliki keyakinan pada Ajaran Buddha dan menanam semua akar kebaikan.
Pada saat itu raja Daxing, melalui kekuatan agung dari keyakinannya, akan memuliakan mangkuk sedekah saya. Pada tahun-tahun itu mangkuk sedekah saya akan tiba di Kashgar, dan dari sana akan bergerak secara bertahap ke negara Sui Besar, di mana raja Daxing akan memuliakannya dengan persembahan dalam skala besar.
Dia akan dapat mempertahankan semua (bagian) dari Ajaran Buddha, dan dia juga akan menyebabkan tulisan suci Mahayana luas ditulis dalam jutaan salinan yang tak terhitung jumlahnya, dan akan menempatkan ini ke dalam pusat Buddhis bernama "tempat suci Dharma" ...
Adapun saat kedatangan Bodhisatvva sekaligus Cakravartin wanita ini, jika merujuk pada ucapan sang Buddha bahwa hal itu akan terjadi seribu tahun setelah masa kematiannya (Parinirvana), maka bisa diperkirakan masa itu ada di sekitar abad ke 6 masehi.
Oleh karena kisaran tahun kematian Buddha menurut negara-negara Theravada adalah 544 atau 545 SM. Lalu dalam tradisi Buddhis Burma, tanggal kematian Buddha adalah 13 Mei 544 SM, sedangkan dalam tradisi Thailand adalah 11 Maret 545 SM. (Eade, JC: The Calendrical Systems of Mainland South-East Asia, 1995)
Klaim permaisuri Wu Zetian terhadap ramalan
Wu Zhao atau Wu Zetian (624 - 705) adalah wanita pertama dalam sejarah Tiongkok, yang menyatakan dirinya sebagai huangdi (kaisar Cina).
Ia dianggap menimbulkan preseden dalam sejarah Tiongkok ketika dia mendirikan dinastinya sendiri pada tahun 690, yaitu dinasti Zhou (sejarawan menganggap hal ini sebagai bentuk gangguan terhadap Dinasti Tang). Dinasti Zhou buatan Wu Zetian, berdiri dan berakhir di masa Wu Zetian sendiri, yaitu antara tahun 690 hingga 705.