Pencari bahtera Nuh telah dilakukan setidaknya sejak zaman Eusebius (sekitar tahun 275-339 M) hingga hari ini. Meskipun telah banyak ekspedisi, namun tidak ada satupun bukti fisik yang dapat mengkonfirmasi bahwa bahtera telah ditemukan.
Begitu misterinya pencarian bahtera Nuh, sehingga kalangan akademisi umumnya menganggap pencarian bahtera Nuh sebagai praktek pseudo-arkeologi, terutama jika itu dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari luar batas institusi akademis yang sudah mapan.
Ya.. katakanlah seperti yang saya lakukan... hehehe... Namun, tentu saja bukan suatu hal yang bijak, jika kita menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menjadi minat kita, hanya karena ingin menghindari anggapan buruk dari orang bukan? :)
Telah banyak lokasi yang dihipotesiskan sebagai tempat mendaratnya bahtera Nuh, tetapi belum ada satu pun dari lokasi tersebut yang terkonfirmasi kebenarannya. Situs yang paling sensasional sejauh ini, yaitu yang berada di gunung ararat Turki, penyelidikan geologis menunjukkan jika situs tersebut lebih merupakan formasi sedimen alami.
Terkait situs di gunung Ararat, Lorence G. Collins, seorang profesor geologi dari California State University, mengatakan jika situs yang berada di Turki timur, yang dianggap sebagai struktur berbentuk bahtera (disebut bahtera Durupinar), tidak mengandung kayu atau kayu yang membatu.
Menurut Lorence G. Collins, Tidak adanya kayu atau kayu yang membatu diindikasikan oleh koleksi 12 sampel batu yang diambil dari dalam "bahtera" yang telah ia teliti. Ia lebih lanjut mengatakan jika semua itu hanya merupakan batu basal atau andesit vulkanik. ( Lorence G. Collins. "A supposed cast of Noah's ark in eastern Turkey". Department of Geological Sciences, California State University Northridge. February 11, 2011)
Penelitian terkait Bahtera Nuh yang juga cukup sensasional, disajikan oleh Irving Finkel seorang filolog dan Assyriolog Inggris, dan saat ini menjabat sebagai kurator British Museum.
Di sekitar tahun 2014 lalu, Irving Finkel ramai diberitakan dalam berbagai media dunia, terkait pembuatan reka ulang secara skalatis model bahtera Nuh yang ia lakukan di Kerala, India. Model tersebut ia bangun berdasarkan cetak biru yang ia temukan pada tablet tanah liat dari Mesopotamia kuno yang menggunakan huruf cuneiform. Diperkirakan berusia 3.700 tahun.
Finkel menemukan bahwa 60 garis yang tertulis di tablet berisi instruksi terperinci untuk membuat Bahtera atau tabut, dan bahwa bahtera tersebut tidak berbentuk bujur sangkar, melainkan bulat. Ia mengatakan bahwa Bahtera itu adalah sebuah lingkaran melingkar yang sangat besar, berdimensi 3.600 meter persegi atau dua pertiga ukuran lapangan sepakbola, dibuat seperti keranjang tali raksasa yang diperkuat dengan tulang rusuk kayu, dan dibuat kedap air dengan menerapkan bitumen (sejenis aspal) di sisi dalam dan luar. (sumber: di sini)
Seorang sahabat di Facebook yang aktif mengkaji Al Quran, mengatakan kepada saya jika diksi untuk Perahu yang umum dipakai Al Quran adalah Safinah, namun untuk perahu Nuh memakai diksi "Fulka."
Yang menarik karena setelah saya mencari tahu apa makna dari diksi "Fulka", saya menemukan jika diksi Fulka ada kemungkinan terkait dengan sebutan "Phulka" yakni sebuah nama roti tradisional di India, yang mana bentuk roti ini menunjukkan kemiripan dengan model bahtera Nuh yang direka ulang Irving Vinkel.