Lihat ke Halaman Asli

Fadly Bahari

TERVERIFIKASI

Pejalan Sepi

Kaitan Negeri Saba dan Wangsa Surya

Diperbarui: 23 Oktober 2019   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: wikimedia.org

Dalam berbagai kitab suci, negeri Saba disebutkan sebagai bangsa penyembah matahari. Dalam Al quran diceritakan pada surat An-naml ayat 20-24 bahwa dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh bala tentaranya, Nabi Sulaiman memeriksa seluruh yang hadir dan mendapati ada seekor burung yang tidak ada. 

Dia berseru: "Mengapa saya tidak melihat Hud-Hud, atau apakah dia termasuk yang tidak hadir? ...dia sebaiknya datang membawa bukti yang sah (penjelasan) atau aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya". 

Tidak beberapa lama kemudian datanglah Hud-Hud, dan berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang dapat dipercaya. Sesungguhnya, di sana aku menemukan seorang wanita yang berkuasa atas orang-orang. Dia telah diberikan segalanya (kekayaan duniawi) dan dia memiliki tahta yang indah. Aku telah menemukan dia dan orang-orangnya bersujud kepada matahari selain Allah. Syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan Allah, sehingga mereka tidak dapat petunjuk".

Merujuk dari kisah burung Hud-hud yang datang menyampaikan informasi kepada Nabi Sulaiman tentang penduduk Negeri Saba yang menyembah matahari, maka tentu adalah hal penting menyebutkan pula eksistensi Wangsa Surya (Bangsa Matahari) ketika kita dalam pembahasan tentang Negeri Saba. Dikarenakan  keduanya jelas memiliki keterkaitan erat.

Pembahasan Wangsa Surya akan kita mulai dengan terlebih dahulu membahas eksistensi "Surya" sebagai entitas utamanya.

Dalam agama Hindu, Surya berkonotasi dewa matahari. (Roshen Dalal, Hinduism: An Alphabetical Guide. India: Penguin Global, 2011, hlm. 399)

Himne tertua Veda, seperti himne 1.115 dari Rgveda, menyebutkan Surya sebagai penghormatan khusus untuk "matahari terbit" dengan simbolismenya sebagai penghilang kegelapan, orang yang memberdayakan pengetahuan, kebaikan dan semua kehidupan. (Samuel D. Atkins, A Vedic Hymn to the Sun-God Srya. Translation and Exegesis of Rig-Veda 1.115. United Stated: American Oriental Society, 1938, hlm. 419).

A.A. Macdonell dalam bukunya Mitologi Veda ( (Delhi: Motilal Banarsidass Publishers, first edition: Strassburg, 1898, reprint: Delhi, 1974, 1981, 1995, 2002) hlm. 30.) memberi uraian sebagai berikut:

Dari 10 buku hymne Rigveda, pada umumnya kalau bisa dikatakan keseluruhannya, dapat dikatakan dikhususkan bagi perayaan urya. Tidak mungkin untuk mengatakan seberapa sering namanya muncul.

Dalam banyak kasus diragukan apakah hanya fenomena alam yang dimaksudkan atau personifikasinya. Karena namanya menandakan bola matahari juga, Surya adalah dewa matahari yang paling konkrit, hubungannya dengan orang-orang yang menonjol dengan pencapaian cemerlang (orang termasyhur) tidak pernah hilang.

Cahaya manis dari Surya di langit adalah sebagai wajah (anika) agni yang agung. Mata Surya disebutkan beberapa kali, tetapi ia sendiri juga sering disebut mata Mitra dan Varuna atau Agni juga; dan di waktu lain Fajar dikatakan membawa mata para dewa.

Afinitas mata dan matahari ditunjukkan dalam suatu bagian di mana mata orang yang meninggal dipahami akan mengalami perjalanan menuju Surya. Di Atharvaveda ia disebut 'penguasa mata' dan dikatakan sebagai satu-satunya mata makhluk yang diciptakan dan untuk melihat melampaui langit, bumi, dan air. Dia jauh-melihat, melihat semua hal, ia adalah penyaksi seluruh dunia, melihat semua makhluk berikut perbuatan baik dan buruk dari manusia.

Dengan dibangkitkan oleh Surya, manusia fokus pada tujuannya serta melakukan tugas mereka. Umum bagi semua manusia, bahwa Surya tampil sebagai penggugah kesadaran mereka. Dia adalah jiwa atau penjaga semua yang bergerak atau stasioner. Dia memiliki kereta kuda yang ditarik oleh satu tunggangan yang disebut etasa, atau dengan jumlah tunggangan yang tidak terbatas, atau oleh tujuh kuda, atau kuda betina yang disebut haritah atau oleh tujuh kuda betina yang cepat.

Jalur matahari disiapkan untuknya oleh varuna atau oleh adityas mitra. pusan adalah utusannya. Fajar menyingkap atau menerbitkan surya serta agni dan pengorbanannya. dia bersinar dari pangkuan fajar. tetapi dari sudut pandang lain, fajar adalah istri surya.

Dari kutipan buku Samuel D. Atkins dan Macdonell di atas, setidaknya ada dua hal yang menarik untuk dicermati yaitu pada kalimat dalam tulisan Atkins; "...Surya sebagai penghormatan khusus untuk 'matahari terbit' dengan simbolismenya sebagai penghilang kegelapan, orang yang memberdayakan pengetahuan, kebaikan dan semua kehidupan ini..." dan pada kalimat dalam tulisan Macdonell; "...ia (Surya) sebagai 'penguasa mata' " - Hal ini mirip dengan konsep mata Ra pada mitologi mesir yang dikenal sebagai dewa Matahari.

Pernyataan bahwa Surya sebagai penghormatan khusus untuk "Matahari terbit" tentunya dapat mendorong imajinasi kita melihat adanya kemungkinan kaitan hal tersebut dengan nama negeri Saba yang memiliki arti pagi ("sabah" dalam bahasa arab berarti "pagi" yang merupakan bentuk morfologi kata subuh dalam bahasa indonesia), dan penduduknya yang menyembah Matahari.

Mengenai kalimat selanjutnya... yaitu; "simbolisme sebagai penghilang kegelapan, orang yang memberdayakan pengetahuan, kebaikan dan semua kehidupan ini" ...kalimat ini mengingatkan saya pada etimologi "guru" dalam tradisi India.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline