Lihat ke Halaman Asli

Dinilai Kontraproduktif, Sejumlah Pasal UU Intelijen Perlu Diuji Materi

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1325769985311320669

UU Intelijen sudah disahkan dan kenyataannya pro dan kontra undang-undang tersebut masih mengemuka. Pemicunya masih sama seperti saat undang-undang ini masih berupa rancangan dan belum disahkan, yakni sejumlah pasal yang terkesan men-superpower-kan Intelijen sehingga berpotensi melahirkan pelanggaran HAM dan akuntabilitas serta pengawasannya dinilai multitafsir. Salah satu buntut dari kontradiksi undang-undang ini adalah sikap dari Koalisi advokasi UU Intelijen Negara yang mengajukan uji materi (Judicial Review) undang-undang intelijen negara ke mahkamah konstitusi. Mereka meminta MK menghapus 16 pasal dalam UU intelijen yang berpotensi mengancam kebebasan masyarakat sipil dan rawan disalahgunakan aparat untuk berlaku represif.

Pasal-pasal yang disoroti antara lain kewenangan penyadapan. Walau sudah diatur sedemikian rupa, kewenangan ini dinilai tetap saja meleluasakan intelijen untuk bisa masuk dalam privasi seseorang. Definisi kata 'pihak lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional, pun dinilai bisa digunakan penguasa untuk membungkam rakyat atau politisi yang berseberangan dengan mereka. Tentu Undang-undang ini bisa menjadi bom tersembunyi bagi masyarakat, yang akan menimbulkan kekhawatiran bagi rakyat kecil. Segala macam kegiatan akan sering dipantau oleh para intelijen dan itu bisa saja menimbulkan pada terbungkamnya HAM. Terhentinya HAM pasti akan mengagalkan negeri ini menciptakan negara demokrasi yang utuh. Melihat pasal tersebut, disinyalir UU ini hanya memberikan kewenangan yang besar tapi tidak memberikan sistem deteksi yang baik.

Selain itu pasal 26 jo Pasal 44 dan pasal 45 dimana orang yang dianggap membocorkan rahasia negara bisa dipidana dengan hukuman penjara selama 10 tahun dan denda. Padahal seharusnya ancaman pidana hanya untuk kalangan intelijen yang memang wajib menjaga rahasia negara. Pasal ini bisa saja menyudutkan pihak lain terutama untuk jurnalis. Ketentuan ini berpotensi disalahgunakan karena dibuat secara lentur, bersifat multitafsir, subjektif dan sangat bergantung pada interpretasi penguasa.

Kita lihat pasal lain yakni Pasal 36 dimana Kepala BIN nantinya harus melalui persetujuan DPR. Bukankah pelibatan DPR dalam pemilihan kepala BIN membuka ruang politisasi proses pemilihan Kepala BIN?? Tentu hal ini dapat merugikan keamanan nasional.

Jadi sebetulnya uu intelijen ini betul-betul dibuat untuk meningkatkan keamanan atau hanya memberikan kekuasaan dan kewenangan yang besar kepada intelijen??? Yang jelas, pasal-pasal yang kontraproduktif perlu dirubah bahkan dihapus agar tidak terjadi pemanfaatan yang salah dan menimbulkan prasangka buruk terhadap intelijen dengan adanya kewenangan yang terlalu luas. Kita harapkan intelijen dapat bekerja secara maksimal demi menjaga keamanan nasional.  Tidak adanya payung hukum tersebut, bukan alasan untuk intelijen tidak bisa mengamankan pihak-pihak yang mengganggu keamanan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline