Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Siap-siap Angkat Kopor?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah jelas banget dan sudah clear banget, siapapun orangnya yang membaca berita tentang pidato Megawati di Kongres IV PDIP kemarin di Bali akan menyimpulkan Megawati telah melakukan bunuh diri politik.

Kalau kata pak Ustad yang namanya Bunuh Diri itu dosa. Tapi kalau Bunuh Diri Politik itu nggak dosa jadi sah-sah saja dilakukan siapapun terutama oleh mereka-mereka yang berprofesi sebagai politisi.

Yang seharusnya ditanyakan kepada Megawati sebenarnya adalah : Sadarkah Megawati berbicara kemarin dalam pidatonya? Tahukah Megawati bahwa pidato yang diucapkannya di forum kongres partainya berdampak dikecam oleh banyak orang dan bahkan ditertawakan oleh mereka-mereka yang berada di luar PDIP?

Bagaimana orang nggak ketawa kalau dalam Pidatonya Megawati mengatakan dirinya merasa menjadi Presiden karena sambutan hangat ribuan pendukungnya? Bagaimana orang nggak merasa geli ketika Pidatonya loncat-loncat kesana kemari tetapi Megawati mengatakan dirinya yang paling hebat dalam berorasi sementara pemimpin yang lain berorasi dengan membawa teks yang disiapkan sekretarisnya?

Dan statement pamungkas Megawati yang menghebohkan jagad Dunia Maya adalah : Barang siapa anggota PDIP yang tidak mau disebut Petugas Partai maka dipersilahkan keluar. Gila coy, galak amat nih ibu satu ini.

Megawati sepertinya tidak sadar bahwa seorang Presiden adalah Pemimpin Tertinggi dari suatu bangsa atau Negara. Presiden Indonesia seperti Soekarno, Soeharto dan seterusnya hingga Jokowi adalah Pemimpin Tertinggi bangsa Indonesia di saatnya masing-masing. Dan saat ini Jokowi adalah Pemimpin Tertinggi bangsa ini. Lebih tinggi posisinya (saat ini) dari mantan-mantan Presiden yang pernah ada. Lebih tinggi dari SBY, Habibie, Megawati dan mantan presiden lainnya kalau memang masih hidup.

Tetapi Megawati bersikap seolah-olah Jokowi bukanlah Presiden bagi dirinya. Di mata Megawati Jokowi tetaplah hanya seorang Petugas Partai. #DemokrasiJenisApaIni.

Pemimpin Sang Pendendam

Megawati boleh mengaku sudah berkali-kali ditusuk dari belakang. Megawati boleh saja mengaku sering di salip di tikungan (Bis AKAP kali, main salip-salipan). Tetapi itu semua hanya perasaannya saja. Faktanya sangat sulit bagi masyarakat melihat apa yang terjadi sebagai ditusuk dari belakang atau disalip dari samping. Bukan seperti itu cara seorang Pemimpin Berbicara.

Akhirnya gw sangat yakin Megawati ini adalah type Anak Raja. Anak Raja adalah orang yang mempunyai pendirian bahwa Hanya Ayahnya, Dirinya dan Keturunannya yang pantas memimpin bangsa ini. Boleh-boleh saja punya pikiran demikian. Itu hak-haknya setiap orang. Tapi masalahnya Negara ini bukan berbentuk Kerajaan kan, mas Bro?

Ini Negara Demokrasi. Siapapun orangnya yang memang mampu dan dipilih oleh mayoritas rakyat memiliki hak yang sama untuk menjadi Pemimpin Tertinggi. Tidak perlu anak seorang Proklamator, Tidak perlu anak orang kaya atau anak Pejabat, anak petani atau anak nelayan pun boleh dan berhak untuk memimpin bangsa ini dengan syarat memang mampu dan sudah dipilih mayoritas rakyat Indonesia.

Gw ingat banget ketika pada tahun 2004 Megawati dikalahkan oleh SBY pada Pemilu Presiden. Megawati sangat marah karena dikalahkan oleh mantan menterinya. Dan akhirnya minta ampun dah jiwa pendendamnya itu tidak hilang-hilang. 10 tahun sesudahnya Megawati tetap tidak mau berdekatan dengan SBY lagi. Bagaimana mungkin seorang Pemimpin punya sifat seperti ini? Paling tidak bagaimana mungkin seorang Pemimpin tidak bisa sekali memperlihatkan pada rakyatnya tentang kebesaran jiwanya?

Kalau pendapat para pakar politik kemarin tentang pidato Megawati di Bali, mereka bilang Pidato itu mencerminkan sikap Sakitnya Tuh Disini yang dirasakan Megawati. Megawati sakit hati pada Jokowi karena mayoritas permintaannya untuk mengangkat para pejabat tidak dipenuhi Jokowi. Megawati sakit hati pada Jokowi karena sulit menghubungi Jokowi selama 6 bulan terakhir. Ya iyalah, Presiden kan punya Protokoler. Setiap menit waktu yang dimiliki Presiden semuanya diatur oleh Sekretaris Kabinet dan Istana Kepresidenan. Masa iya Presiden bisa dipanggil Ketua Umum Partai dalam tugasnya sehari-hari?

Yang gw kuatirkan Sakit hatinya Megawati sulit disembuhkan seperti sakit hatinya kepada SBY. Kalau sudah begitu kan repot untuk Jokowi. Kalau gw punya Ketua Umum Partai kayak begitu mah mending gw pecat aja langsung. Heheheee.

PDIP Akan Suram Masa Depannya.

4 tahun itu bukan waktu yang lama sebenarnya. 4 tahun itu waktu yang sebentar. Dan tidak akan terasa tiba-tiba kita akan tiba di tahun 2019 dan harus melakukan Pemilu lagi. Apa yang akan terjadi dengan PDIP di tahun 2019? Kalau tahun 2014 Pileg dimenangkan PDIP dengan angka sekitar 19% maka pada tahun 2019 berapa kira-kira angkanya?
Jawabannya adalah tergantung Jokowi.Kalau Jokowi masih berada di PDIP kemungkinan besar suara perolehan PDIP pada tahun 2019 sekitar 19% juga. Tetapi kalau Jokowi tidak berada di PDIP maka kemungkinan suara yang diraih PDIP pada tahun 2019 hanya sekitar 12% saja. Gw yakin banget. Sekuat keyakinan gw bahwa perolehan suara PDIP di Pileg 2014 sejumlah 19% itu sekitar 6 % disumbang oleh pendukung Jokowi.

Kenapa gw yakin PDIP akan mengalami penurunan suara yang signifikan karena Megawati semakin lama semakin nyata memperlakukan PDIP sebagai Partai Keluarga. Komposisi pengurus partai yang baru mayoritas bukanlah tokoh-tokoh yang memiliki integritas dan kemampuan.

Tokoh-tokoh baru yang muncul dalam kepengurusan PDIP yang baru adalah orang-orang yang kelihatan setia pada Megawati. Mereka terlihat loyal tetapi mereka juga terlihat hanya kaum Oportunis (bahasa kasarnya kaum penjilat) yang hanya berusaha memuji-muji Megawati saja.

Gw kaget karena Pramono Anung yang sangat senior dan handal melakukan lobi-lobi malah tidak ditempatkan di DPP PDIP. Selama ini kemampuan Lobi dari PDIP setelah Taufik Kiemas berpulang hanya mampu dilakukan oleh seorang Pramono Anung. Malah sekarang yang menjadi Sekjen adalah Hasto Kristianto. Hadeh gw tepok jidat dengan orang yang satu ini.

Hasto di mata gw adalah seorang yang Penceroboh. Sama dengan Eva Sundari yang suka main tuduh orang lain tanpa bukti. Hanya berdasarkan perasaan saja sudah main tuduh orang. Iwan Piliang pernah dituduh meniupkan isu Menteri Agama dihapus padahal yang tukang Jonru itu fitnah. Eh kebalik. Dan satu lagi Abraham Samad sengaja dijatuhkan oleh Hasto gara-gara AS dituduh mengganjal BG untuk menjadi Kapolri. Itulah Hasto dengan level seperti itu malah dijadikan Sekjen oleh Megawati.

Tapi yang gw paling kaget adalah Maruar Sirait ditendang begitu saja oleh Megawati. Rumor yang beredar adalah Maruar alias Ara sempat ribut dengan Puan ketika Jokowi menseleksi Menteri-menterinya pada saat Jokowi baru dilantik. Pada saat itu memang jatah menteri untuk PDIP memang hanya 6. Sementara Jokowi menginginkan Maruar Sirait menjadi salah satu menterinya. Tapi akhirnya Puan meminta Jokowi mendahulukan Yasona, Cahyo, dirinya, Rini Sumarno, Puspayoga dan Susi Pujiastuti.

Akhirnya gara-gara hal tersebut Puan tetap dendam pada Maruar sehingga akhirnya Megawati tidak bersedia memasukan nama Maruar kedalam kepengurusan DPP yang baru. Padahal sebelumnya Maruar Sirait adalah Ketua Organisasi Sayap PDIP dan salah satu Ketua DPP yang paling berprestasi.

Begitulah kondisi Kepengurusan PDIP yang baru. Yang berprestasi digeser dan digantikan oleh mereka yang kelihatan setia dan mau membungkuk-bungkuk pada Megawati. Bahkan 3 ketua DPP yang baru pernah tersangkut Kasus Korupsi yaitu Rohimin Danuri, Bambang DH dan Olly Dondokambey.

Jokowi Sudah Harus Siap-siap Angkat Kopor

Tidak bisa tidak, sesopan-sopannya Jokowi kepada Megawati, sepatuh-patuhnya Jokowi kepada orang yang lebih tua dan lebih dihormatinya, akan tetapi demi Negara yang sedang terpuruk ini, demi mayoritas rakyat yang sangat menginginkan perubahan besar bagi bangsa ini, sudah seharusnya Jokowi Say Goodbye pada PDIP, Partai yang telah membesarkan namanya.

Jokowi harus mentega-tegakan dirinya. Jokowi harus menutup kompromi hatinya karena Megawati sudah bersikap bermusuhan. Sudah mengatakan Jokowi keluar dari partai kalau nggak mau disebut sebagai Petugas Partai. Megawati sudah ndableg, bahwa yang tidak bersedia Jokowi disebut Petugas Partai adalah bukan Jokowi melainkan mayoritas rakyat Indonesia.

Sudah tidak perlu pertimbangan apa-apa lagi agar Jokowi segera memutuskan PDIP harus patuh pada Presiden atau Jokowi harus keluar dari PDIP.

Jokowi tidak perlu kecil hatiatau merasa telah mengkhianati PDIP. Sebabnya adalah suatu saat nanti PDIP akan terpuruk habis-habisan. Gw membayangkan tiba-tiba Megawati tidak ada, gw yakin konflik PDIP akan lebih hebat dari konflik PKB atau PPP atau Golkar. Dan saat itulah Jokowi bisa menyelamatkan masa depan PDIP.

Dan gw yakin saat ini Jokowi sudah berkemas-kemas dan merapihkan kopor-kopornya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline