Lihat ke Halaman Asli

Ahok Sembarangan Bicara Esensi Bir (Alkohol) di Negara Mayoritas Muslim

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Fadli Zontor : Kesimpulan sejak kemarin adalah Ahok itu memang gampang Stress dan suka mencari Musuh.”

Gw bukan pembenci Ahok. Gw hanya ingin Ahok menjadi Gubernur DKI yang baik. Tapi lama-lama harapan gw itu semakin menipis. Ahok sangat sulit bisa berubah. Gw pikir Ahok memang nggak pernah berusaha untuk belajar memahami kondisi orang lain. Ahok selalu mau bawa dirinya sendiri dan tidak mau memperdulikan aspirasi orang lain.

Musuh Ahok sudah banyak dan sepertinya setiap hari akan semakin bertambah banyak musuhnya. Masa’ seorang Gubernur banyak musuhnya? Masa’ seorang Gubernur tidak bisa bekerja sama dengan orang lain?

Mulutmu adalah Harimaumu. Bila tidak dijaga Mulutmu bisa saja akan menjelma menjadi sosok Harimau yang melahap dirimu. Ini berlaku untuk Ahok dimana dia begitu Arogan, terlalu mudah menyalahkan orang lain, terlalu mudah membentak (menghardik) orang lain dan selalu ingin menang sendiri.

Sejak jadi Wagub DKI Musuh Ahok sudah banyak. Ada FPI, ada Gamawan Fauzi, ada Haji Lulung, ada M.Taufik, ada Gerindra, ada Roy Suryo dan lain-lainnya. Begitu jadi Gubernur, Palyja, PLN dan beberapa lagi dibentak-bentak. Kata-kata Bajingan sudah mulai keluar.Kemudian akhirnya seluruh anggota DPR menjadi musuh dari Ahok berikut kata-kata Nenek Lu, Taik dan lain-lain sebagainya. Apakah ucapan-ucapan ini pantas diucapkan oleh seorang Gubernur DKI?

Dan yang terakhir gw sangat kesal dengan Ahok ketika Jaya Suprana menyurati Ahok dan meminta agar Ahok lebih Empati dan Berhati-hati. Surat Jayasuprana itu sebenarnya bertujuan baik untuk mengingatkan. Surat itu tidak bermaksud menyerang Ahok tetapi oleh Ahok dianggap itu sebuah serangan. Bahkan para pemuja Ahok langsung menghujat Jayasuprana. Disini gw pakai kata pemuja karena sebagai pendukung mereka sudah sangat berlebihan. Ahok seolah-olah sudah menjadi mahluk suci yang tidak boleh disalahkan.

Yang jelas ketika sebuah kritikan seperti yang dilakukan Jaya Suprana malah dianggap sebagai sebuah perseteruan oleh Ahok dan para pemujanya (mungkin cyber media yang didanai Ahok Center), sejak itulah gw menjadi tidak suka dengan Ahok. Gw nggak suka melihat seorang Pemimpin yang Arogan dan selalu mau menang sendiri. Gw nggak suka punya Pemimpin yang gampang Stress sehingga mudah marah-marah.Semakin banyak musuhnya Ahok akan semakin banyak tekanan sehingga hal itu membuat Ahok gampang Stress. Efeknya kemudian Ahok semakin mudah menghardik orang. Belum lagi para pemujanya yang mendukung membabi buta.

Coba bayangkan, gw yang tadinya mendukung Ahok akhirnya berbalik menjadi tidak suka karena Ahok bersikap salah pada kritikan Jaya Suprana. Anggap aja gw pendukung Jaya Suprana yang mulai tidak suka dengan Ahok. Lalu bagaimana dengan pendukung Haji Lulung, pendukung Gerindra, pendukung Roy Suryo, pendukung Gamawan Fauzi dan pendukung pihak lain yang pernah berseteru dengan Ahok? Sudah jelas mereka pasti sudah tidak menyukai Ahok lagi. Itulah dampak dari Mulutmu Harimaumu.

Membela Bir Maka Ahok Memancing Permusuhan Umat

Gw pikir memang blunder besar sudah dilakukan Ahok kemarin. Gw pikir Ahok memang bodoh dalam menyikapi yang berkaitan dengan Minuman Beralkohol dimana mayoritas Negara ini adalah warga Muslim. Ahok menyepelekan esensi Bir bagi umat Muslim karena gara-gara hal sepele.

Setelah sebelumnya dari Dirjen Kementrian Dalam Negeri mempertanyakan kebijaksanaan Ahok yang masih mentargetkan pendapatan Pemrov DKI yang berasal dari penjualan miras yang dilakukan BUMD DKI.

"Pak Gubernur, kami catat sudah tidak boleh terima retribusi dan pendapatan dari izin tempat penjualan miras lagi, tetapi kenapa masih mencantumkan target pendapatan Rp 1,3 triliun (di Rapergub RAPBD 2015), padahal sudah dilarang," tanya Direktur Jenderal (Dirjen) Kemendagri Reydonnyzar Moenek , pada rapat klarifikasi RAPBD 2015, di Gedung Blok F Kemendagri, Jakarta, Kamis (2/4/2015).

Direktur Jenderal (Dirjen) Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, DKI seharusnya sudah tidak mencantumkan proyeksi pendapatan dari miras karena Menteri Perdagangan Rahmat Gobel sudah melarang penjualan minuman beralkohol.

Tetapi kemudian pertanyaan Dirjen Kemendagri dijawab dengan tidak bijak oleh Ahok. Dan beginilah kata-kata Ahok soal ketidaksetujuan Kemendagri atas kebijaksanaan Ahok mentargetkan pendapatan daerah dari Miras.

"Kami punya saham, lanjut saja. Bir salahnya di mana sih? Ada enggak orang mati karena minum bir? Orang mati kan karena minum oplosan cap topi miring-lah, atau minum spiritus campur air kelapa. Saya kasih tahu, kalau kamu susah kencing, disuruh minum bir, lho," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (6/4/2015).

Kata Basuki, jika penjualan miras dilarang, akan lebih banyak kasus penyelundupan maupun penjualan secara ilegal.
"Mau kembali ke zaman Al Capone? Dulu film Godfather, bir enggak boleh diperjualbelikan di Amerika, akhirnya di bagasi mobil Al Capone itu jualan bir semua. Banyak orang yang mati gara-gara gituan, pas dibuka (bagasinya) banyak yang mati. Jadi logikanya di mana, kamu melarang (peredaran bir) itu. Kalau enggak boleh jual alkohol, ya sudah, kalau begitu kamu enggak boleh minum obat batuk, kan alkohol juga itu," kata Ahok menambahkan.

Gw baca berita itu langsung gw geleng-geleng kepala dan mengucapkan Astagfirulah (dalam hati) sambil berdecak, ckckckck.. kok bisa yaa seorang Gubernur begitu gampang mengucapkan hal seperti itu?

Dalam kasus ini hal yang pertama yang dapat ditangkap kesannya adalah : Ahok tidak menghargai Dirjen Kemendagri dan Surat Edaran Menteri Perdagangan tentang Pelarangan Pendapatan dari Miras. Ini berarti Ahok sudah menambah perbendaharaan musuh-musuhnya lagi.

Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) bukan melarang sama sekali peredaran miras tetapi melarang Miras dijual bebas di Mini Market yang tersebar diseluruh negeri. Miras dilarang untuk dijual kepada pembeli yang usianya dibawah 21 tahun.

Pelarangan seperti ini sudah diberlakukan oleh beberapa Pemda Jawa Barat. Tentu saja Pemda Bogor, Pemda Tangerang punya alasan yang sangat kuat untuk melarang Alfamart, Indomart dan lain-lainnya menjual produk miras. Kemungkinan besar kebijakan itu merupakan wujud dari aspirasi mayoritas masyarakat muslim yang tidak menginginkan minuman beralkohol dijual bebas.

Grup Usaha Alfamart dan Alfamidi sudah lama bersikap mematuhi aturan-aturan seperti itu. Menurut Direktur PT. Sumber Alfaria Tbk, omset penjualan miras di seluruh gerai minimarketnya tidaklah terlalu besar dan tidak mempengaruhi pendapatan jaringan mini marketnya sehingga mereka siap mematuhi peraturan yang ada.

Tetapi berbeda dengan Pemda Bogor dan Tangerang, Gubernur DKI Ahok berkeberatan dengan pelarangan Miras dijual di mini-mini market. Alasannya ternyata sepele. Alasannya karena selama ini sepersekian pendapatan asli daerah Pemprov DKI berasal dari Pendapatan Peredaran Miras yang disetor oleh PT.Delta Jakarta.Pemprov DKI memiliki saham sebesar 26,25% di PT. Delta Jakarta sehingga setiap tahunnya PT.Delta menyetor pendapatan sebesar Rp.40-50 Milyar ke kas Pemprov DKI.

Sebenarnya kalau Ahok Bijak dan Pintar, urusan Pendapatan Asli Daerah yang sebesar Rp.50 Milyar itu bila memang harus hilang, tentu masih banyak sumber pendapatan daerah lainnya yang bisa diberdayakan. Tidak usah dibahas entah dari pajak dan distribusi lainnya, faktanya Pemda Bogor dan Pemda Tangerang yang bukan Kota Ekonomi saja mampu melakukannya mengapa Jakarta yang Metropolitan tidak mampu melakukannya?

Ahok tidak usah cerita tentang Film Al-Capone. Tidak semua orang menonton film itu dan terinspirasikan oleh film itu. Miras memang sangat sulit untuk dilarang seperti halnya Judi. Pemerintah Pusat tidak melarang sama sekali peredaran Miras tetapi memperketat Peredaran Miras. Jadi tidak usah mengajak berdebat Miras boleh atau tidak boleh beredar sesuai dengan film kesukaan Ahok.

Dan mengenai orang susah kencing harus minum Bir itu menandakan Ahok asal ngucap. Tidak ada rekomendasi dari dokter manapun kalau orang susah kencing harus minum Bir. Apalagi umat Muslim disarankan seperti itu ya pasti ngamuk. Ahok mungkin (dulunya) suka minum Bir yang memang semua orang tahu kalau banyak minum Bir ya pasti sering kencing. Tapi kenapa hal-hal sepele begini dijadikan argument agar Miras boleh dijual di minimarket?

Dan yang paling parah pada Ucapan Ahok itu: Bir Salahnya Dimana? Ada Nggak Orang Mati gara-gara Minum Bir?

Di poin ini Ahok bisa dikatakan sudah menantang Umat Muslim untuk berdebat. Mereka yang kuat/ fanatic agamanya akan sangat marah dengan pernyataan seperti itu.Mereka akan mendalilkan hukum Agama untuk melawan Ahok.Logika Ahok tidak akan bisa menerima alasan-alasan agama Islam melarang minuman beralkohol. Ranah ini bukan perdebatan logika umum.Minuman beralkohol memiliki esensi negative bagi umat Muslim. Ini berbahaya karena sudah menyangkut aspirasi mayoritas Muslim. Dan di sisi lain isu ini akan mudah dipolitisasi oleh musuh-musuh Ahok.

Itulah sebabnya gw bilang Ahok itu sering ngawur. Ahok begitu sering asbun. Hanya karena malas mencari pendapatan daerah dari sector lain maka Ahok begitu mudah menyepelekan hakikat Miras dari persepsi Umat.

Dan bisa jadi masyarakat luas menduga negative. Jangan-jangan Ahok memang membela kepentingan bisnis para pengusaha-pengusaha Miras yang mungkin selama ini menyetor kepada Ahok. Kan repot kalau sampai ada pikiran-pikiran seperti itu.

Pertanyaan kemudian, masihkah anda membela Ahok dengan membabi-buta?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline